ROMANTISISME DALAM
NOVEL BINTANG
TERTUSUK CINTA
KARYA RENI HAPSARI
SKRIPSI
Oleh
MOCHAMAD YUSUF RIFAI
NPM 06410026
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
IKIP PGRI SEMARANG
2010
ROMANTISISME DALAM
NOVEL BINTANG
TERTUSUK CINTA
KARYA RENI HAPSARI
SKRIPSI
Diajukan kepada
IKIP PGRI Semarang
untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan Program Sarjana
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh
MOCHAMAD YUSUF RIFAI
NPM 06410026
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
IKIP PGRI SEMARANG
2010
PERSETUJUAN
Kami
selaku pembimbing I dan Pembimbing II dari mahasiswa IKIP PGRI Semarang :
Nama : Mochamad Yusuf Rifai
NPM : 06410026
Jurusan : FPBS / PBSI
Judul
Skripsi : Romantisisme
dalam Novel Bintang
Tertusuk Cinta Karya Reni Hapsari
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang dibuat oleh mahasiswa tersebut di
atas telah disetujui untuk diajukan.
Semarang, 29 Juli 2010
Pembimbing I, Pembimbing II,
Drs, Harjito, M.Hum. Dra, Asropah, M.Pd.
NPP 936501130
NPP 936601104
PENGESAHAN
Skripsi berjudul “Romantisisme
dalam novel Bintang Tertusuk Cinta
karya Reni Hapsari ditulis oleh Mochamad Yusuf Rifai, NPM 06410026 telah
dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Skripsi Fakultas Pendidikan Bahasa dan
Seni IKIP PGRI Semarang.
Pada hari :
Rabu
Tanggal : 14 Juli 2010
Panitia Ujian,
Ketua,
Sekertaris,
Dra. Sri Suciati, M.Hum. Drs. Harjito,
M.Hum.
NIP 19650316 199003 2 200 NIP 936501103
Anggota
Penguji,
1. Drs. Harjito,
M.Hum.
(……………………….)
NIP 936501103
2. Dra, Asropah,
M.Pd.
(……………………….)
NPP 936601104
3. Dra. Ambarini
Asriningsari, M. Hum. (……………………….)
NPP 915701070
MOTTO
Kekosongan
hati itu bukanlah sebuah kemuliaan dan keluhuran, hanya hati yang sibuk itulah
yang akan mendorong cita-cita (Abu Dulah).
PERSEMBAHAN
1. Dosen
pembimbing yang memberikan kesempurnaan dalam penulisan dan selalu memberikan
dorongan semangat, dan segenap Dosen PBSI yang selalu sabar mendidik serta
memberikan ilmu pada lembaran hidup yang abadi.
2. Ayah
dan Bundaku tercinta yang dengan ikhlas memberikan kiriman do’a yang tiada
pernah putus untuk kesuksesan putranya tercinta di perantauan ilmu.
3. Kedua
adikku tersayang yang selalu memberi motivasi dan senyum hangat untuk menjadi
yang terbaik.
4. Sahabatku
di Team Feck Futsal Club yang selalu memberi semangat untuk terus berusaha dan
berjuang untuk mencapai kesuksesan.
5. Kekasihku
tersayang Deni Ana I’tikafia yang selalu memberi motivasi dalam penulisan skripsi
ini.
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Romantisisme
dalam novel Bintang Tertusuk Cinta
karya Reni Hapsari. Disusun oleh Mochamad Yusuf Rifai, NPM 06410026. Pembimbing
I Drs, Harjito, M. Hum. dan Pembimbing II Dra, Asropah, M. Pd. Permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini adalah bagaimanakah Romantisisme dalam novel Bintang Tertusuk Cinta karya Reni
Hapsari? Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam skripsi ini adalah untuk
mendeskripsikan Romantisisme yang terdapat dalam novel Bintang Tertusuk Cinta
Karya Reni Hapsari. Pedekatan
ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan
prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistic atau cara
kualitatif lainnya. Metode yang digunakan metode kepustakaan dan metode
analisis. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa unsur-unsur
novel yang meliputi tokoh, penokohan dan latar atau setting, selain itu
menggunakan teori Romantisisme. Dari
hasil penelitian diketahui bahwa Bintang dan Daniel adalah tokoh utama dalam
novel Bintang Tertusuk Cinta.
Romantisisme ditemukan dalam novel ini diungkapkan melalui tokoh Bintang dan
Daniel. Bintang adalah sesosok wanita cantik dan banyak laki-laki yang
mengagumi dengan kecantikannya. Bintang memang cantik tetapi dalam berbusana
Bintang kelihatan sederhana dan lebih sopan, padahal Bintang termasuk anak
orang kaya. Banyak laki-laki yang ingin menjadi kekasihnya tetapi Bintang
bukanlah wanita yang tidak mudah menerima laki-laki yang tidak begitu dia
kenal. Berawal dari sebuah persahabatan Bintang dengan Daniel sudah berjalan
begitu lama, sahabatnya itu mulai merasakan ada perasaan asmara terhadap
Bintang. Daniel saat itu mengungkapkan perasaannya kepada Bintang, namun saat
itu juga Bintang bingung akan pertanyaan dari Daniel karena Bintang menganggap
Daniel sebagai sahabat bukan kekasih. Daniel memberikan waktu untuk berfikir
akan keputusanya. Tidak begitu lama berfikir Bintang sudah memutusan yang
terbaik baginya dan menyatakan bahwa
cintanya Daniel diterima Bintang, saat itulah jalinan asmara mulai tumbuh.
Daniel bukanlah laki-laki pertama yang singgah di hati Bintang. Tetapi hanya
bersama Daniel, Bintang bisa berbagi cinta, waktu, tenaga, dan perhatian. Tapi,
bersama Daniel pula, Bintang mengalami keterpelesetan. Satu hal yang dia jaga
dalam hidupnya, kehormatan sebagai perempuan dia berikan kepadanya. Bagi
Bintang cinta bisa mewujud ketika sebuah hubungan menuntun mengenali dirinya
sendiri, menuntun ke tempat yang takkan pernah dengan rela dia kunjungi. Demi
cinta pula, dia rela melakukan apa saja. Atas nama cinta pula, dia berikan
keperawanannya pada Daniel.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur
penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala curahan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Skripsi ini disusun dengan
maksud untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan
pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
IKIP PGRI Semarang.
Dalam penyusunan skripsi ini
penulis banyak mendapatkan bantuan, motivasi, dan bimbingan dari berbagai
pihak, baik yang berbentuk lembaga maupun perorangan. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan rasa terima kasih kepada yang terhormat :
1. H. Muhdi, S. H., M.
Hum., Rektor IKIP PGRI Semarang yang telah memberikan izin penelitian .
2. Dra. Sri Suciati, M.
Hum., Dekan FPBS IKIP PGRI Semarang dan selaku Dosen Wali yang telah memberikan
perizinan dalam penelitian .
3. Drs. Harjito, M.
Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah
memberikan fasilitas perizinan dalam penelitian dan selaku pembimbing I yang
telah tulus ikhlas, penuh kesabaran serta perhatian memberikan bimbingan,
pengarahan, dan petunjuk dari awal hingga selesainya penyusunan skripsi ini .
4. Dra. Asrofah, M.
Pd., Pembimbing II yang tanpa mengenal waktu telah pula membimbing dan
mengarahkan dengan penuh santun dan kesabaran dari awal hingga selesainya
penyusunan sekripsi ini .
5. Seluruh Dosen IKIP
PGRI Semarang yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan.
6. Ayah dan Bundaku
tercinta yang selalu memberikan dukungan, baik moril maupun materi dan semangat
serta doa kepada penulis.
7. Kedua Adikku Anis
dan Ghulam tersayang yang selalu memberikan motivasi.
8. Teman-teman Team
Feck Futsal Club : Vack, Agus, D-Zen, Doni, Agung, Pak Tedi, Rukin, Bank Boz
Zainal, Bos Uki, Fajar, Etdi, Arip dan Anto yang selalu memberikan dukungan
buat menyelesaikan sekripsi ini.
9. Segenap teman-teman
seperjuangan di IKIP PGRI Semarang yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan sekripsi iniyang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Semoga amal baik yang telah
diberikan kepada penulis mendapatkan limpahan rahmat dan pahala yang setimpal
dari Allah AWT. Penulis tetap terbuka dan menerima segala saran dan kritik demi
kesempurnaan sekripsi ini.
Semarang, 29 Juli 2010
Penulis
DAFTAR
ISI
JUDUL……………………………………………………………………….……i
PERSETUJUAN………………………………………………………….…...…..ii
PENGESAHAN…………………………………………….....…………….……iii
MOTO
DAN PERSEMBAHAN………………………………………………....iv
ABSTRAK……………………………………………………………………...…v
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………vi
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………….viii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah…………………………………………………..1
B.
Rumusan Masalah…………………………………………………………3
C.
Tujuan Penelitian………………………………………………………….4
D.
Manfaat Penelitian……………………………………………………...…4
E.
Penegasan Istilah…………………………………………………………..4
F.
Metode Penelitian………………………………………………………….5
G.
Sistematika Penulisan……………………………………………………..8
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Pengertian Novel.………………………………………………………...10
B.
Unsur-Unsur Novel……………...……………………………………….11
1.
Tokoh Penokohan……...………………………………………………12
2.
Latar Atau Setting……………………………………………………..17
C.
Romantisisme Dalam Karya Sastra………………………………………18
D.
Aspek-Aspek Romantisisme……………………………………………..20
1.
Aspek Percintaan………………………………………………………23
2.
Aspek Ekspresi………………………………………………………...23
BAB III PEMBAHASAN
ROMANTISISME
DALAM NOVEL
Bintang Tertusuk Cinta
Karya Reni Hapsari………………………………..25
BAB IV PENUTUP
A.
Simpulan………………………………………………………………….75
B.
Saran……………………………………………………………………...75
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah
Karya sastra merupakan hasil
perpaduan harmonis antara kerja perasaan dan pikiran. Merupakan pancaran emosi
yang dikendalikan oleh pikiran-pikiran yang agung. Karya sastra tidak
mementingkan isi, tetapi juga tidak hanya mengutamakan bentuk. Karya sastra
selalu berusaha memadukan dua unsur tersebut dalam kesatuan yang kental. Karya
sastra mengajak penikmatnya untuk merenungkan hidup dan kehidupan ini lebih
mendalam, mengajak mengenal manusia dengan kemanusiaannya, bahkan juga mampu
mengajak mengenal tuhan dengan segala kekuasaan-Nya. Semua itu dilakukan karya
sastra dengan caranya yang khas, yakni dengan kehalusan dan keindahan. Karya
sastra mempunyai kemampuan lebih keras dan kuat menorah perasaan-perasaan
penikmatnya. Karena itu pengaruhnya pun dapat bertahan lebih lama ( Suharianto
1982 : 15).
Karya sastra dapat
menghadirkan peristiwa-peristiwa yang sudah lampau, atau yang baru merupakan
gagasan-gagasan pengaranganya lebih dekat dan nyata dalam angan-angan atau
benak penikmatnya. Atau dengan istilah lain, karya sastra dapat menghilangkan
jarak dan waktu. Demikian halnya itu sehingga mampu menjadikan apa yang dialami
oleh tokoh-tokoh dalam karya sastra sperti yang dialami sendiri oleh
penikmatnnya. Hal ini sesuai pendapat Suharianto ( 1982 : 15 ).
Teori sastra merupakan dasar-dasar
umum dari sejarah sastra, kritik sastra, apresiasi sastra, perbandingan sastra,
dan lain-lain. Untuk mengetahui seberapa jauh karya sastra itu dianalisis.
Sedangkan pengertian karya sastra itu
ialah karya yang imajinatif baik karya lisan maupun tertulis. Sebuah karya
sastra meskipun bahannya ( inspirasinya ) diambil dari dunia nyata, tetapi
sudah diolah oleh pengarang melalui imajinasinya sehingga tidak dapat di
harapkan realitas karya sastra sama dengan realitas dunia nyata. Sebab,
realitas dalam karya sastra sudah ditambah “sesuatu” oleh pengarang, sehingga
kebenaran dalam karya sastra ialah kebenaran yang dianggap ideal oleh
pengarangnya ( Noor, 2007 : 11 ).
Salah satu hasil karya sastra adalah
Novel. Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang
bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian,
unsur-unsur, yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling
menggantungkan. Jika novel dikatakan sebagai totalitas, unsure kata, bahasa,
merupakan salah satu bagian dari totalitas itu, salah satu pembangun cerita
itu, salah satu subsistem organisme itu. Kata inilah yang menyebabkan novel,
juga sastra pada umumnya, menjadi berwujud. ( Nurgiantoro, 2002 : 22 ).
Novel umumnya mengungkapkan romantisisme
kehidupan yang di lihat, didengar, atau bahkan di alami oleh seorang pengarang.
Karenanya, wajar jika di dalam novel banyak di temukan hal-hal romantis
sebagaimana yang melatarinya.
Dalam penelitian ini akan di analisis
romantisisme yang terdapat dalam novel Bintang
Tertusuk Cinta karya Reni Hapsari. Bintang
Tertusuk Cinta adalah sebuah novel romantik yang menarik karena yang
dilukiskan bukan gerak-gerik lahir tokoh-tokohnya, tetapi gerak-gerik batinnya.
Romantisisme dalam novel Bintang Tertusuk Cinta karya Reni
Hapsari merupakan pertaruhan romantik sebagai tanda suatu faset idealisasi yang
merekam humanisasi cinta dan takdir sebagai pusat tema.
Aspek percintaan dapat dilihat dari
tokoh utama Novel Bintang Tertusuk Cinta
adalah Bintang dan Daniel. Perjalanan romantisisme percintaan Bintang dapat
dikaji melalui hal-hal atau seluk beluk yang berhubungan dengan
berkasih-kasihan antara dirinya dan kekasihnya
Daniel. Aspek ekspresi dapat dilihat dari suka lawan duka pada Novel Bintang Tertusuk Cinta.
Berdasarkan latar belakang permasalah
di atas diambil judul romantisme dalam Novel Bintang Tertusuk Cinta karya Reni
Hapsari sebagai judul skipsi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas dapat yang dirumuskan permasalahan yaitu bagaimanakah
romantisisme dalam novel Bintang Tertusuk
Cinta karya Reni Hapsari?
C. Tujuan Penelitian
Bertolak dari pemikiran diatas,
penelitian ini mempunyai tujuan untuk
mendiskripsikan romantisisme dalam novel Bintang Tertusuk Cinta karya Reni Hapsari.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberi manfaat secara teoritis maupun secara praktis sebagai berikut :
1. Secara teoritis, memberikan
masukan bagi perkembangan ilmu sastra
terutama dalam kajian karya sastra.
2. Secara praktis,
a. Bagi
pembaca dapat mengetahui romantisisme dalam novel Bintang Tertusuk Cinta karya Reni Hapsari. Menunjang pembentukan
watak walaupun tidak menjamin secara mutlak sebagai watak manusia.
b. Bagi pengarang dapat memberi
masukan dalam menggambarkan romantisisme pada karya sastra, serta merupakan
pengalaman yang dapat digunakan sebagai acuan yang serupa dalam bidang sastra.
E. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi kesalahpahaman atau
kekeliruan dalam menafsirkan tentang istilah-istilah yang dipergunakan dalam
penelitian ini, maka perlu adanya penegasan istilah untuk memperjelas langkah
penelitian yang dilakukan. Itilah itu adalah Romantisisme dan Novel :
1.
Romantisisme adalah paham yang idealistis melihat dunia, kehidupan nyata
manusia, dari perspektif sebuah dunia ideal yang maha besar, maha sempurna
segala sesuatu yang ada di dalamnya berada dalam kesatuan yang seimbang dan
harmonis seperti dalam surga ( Faruk, 1995 : 167 ).
2. Novel adalah karangan
bentuk prosa yang panjang dan mendetail apa yang ditulis di dalamnya, baik itu
jumlah halamannya maupun peristiwa-peristiwa yang diungkapkannya dan biasanya
di tokoh yang di ceritakannya mulai dari kecil hingga dewasa serta tokoh-tokoh
menyadari perubahan nasib. Novel lebih luas ruang lingkupnya dan dapat
mengungkapkan seluruh episode perjalanan hidup tokoh ceritanya. Bahkan dapat
pula menyinggung masalah yang kaitannya sudah agak renggang. Artinya
masalah-masalah yang sesunguhnya tidak begitu integral dengan masalah pokok
cerita itu sendiri ( Suharianto, 1982 : 40 ).
F. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara yang dipilih oleh peneliti dengan
mempertimbangkan bentuk, isi, dan sifat sastra sebagai subyek kajian. Sampai
saat ini, tampaknya dalam penelitian sastra seringkali ada kerancuan antara
penggunaan istilah metode, teknik, dan pendekatan. Akibatnya, terjadi
ketumpangtindihan wilayah penelitian sastra. Metode semestinya menyangkut cara
yang operasional dalam penelitian ( Endraswara, 2008 : 8 ).
Adapun teknik berhubungan dengan proses pengambilan data dan analisis
penelitian. Bagaimana data yang sebanyak-banyaknya itu diambil akan mampu
mewakili subyek penelitian, adalah tergantung pemanfaatan teknik penelitian.
Sedangakan pendekatan adalah sebuah perspektif penelitian sastra. Pendekatan
merupakan “wilayah” ( ruang lingkup ) penelitian sastra. Wilayah ini
berhubungan dengan aspek-aspek yang akan diungkap dalam penelitian. Pendekatan
akan membingkai obyek apa saja yang mungkin akan diungkap dalam penelitian.
Itulah sebabnya, pendekatan juga sering dinamakan sebuah model penelitian ( Endraswara,
2008 : 8 ).
Sedangkan Hasan dan
Koenjaraningrat ( melalui Yudiono, 1990 : 14 ), menjelaskan bahwa metode
berarti cara kerja untuk memahami suatu obyek yang menjadi sasaran ilmu yang
bersangkutan. Selanjutnya menjelaskan bahwa suatu metode dipilih dengan
mempertimbangkan kesesuaian dengan obyek studi. Sehingga kecenderungan untuk
menempuh jalan yang sebaliknya, yaitu menyesuaikan bahan penelitian atau obyek
studi dengan metodik yang asal-asal saja sesungguhnya merupakan langkah kerja
yang salah. Jadi metode adalah cara kerja untuk memahami objek suatu
penelitian.
Adapun metode yang digunakan
dalam penelitian novel Bintang Tertusuk
Cinta adalah metode pustaka, metode analisis, pendekatan romantisisme dan
Langkah kerja penelitian. Adapun uraiannya sebagai berikut :
1. Metode Kepustakaan
Didalam penelitian ini obyek penelitian
berupa cerita rekaan maka penelitian ini memilih metode kepustakaan. Metode ini
di gunakan untuk mencari teori, konsep-konsep yang dijadikan landasan teori
atau mencari letak teori-teori baru dan data-data dimungkinkan relevan dengan
penelitian.
2. Metode Analisis
Metode analisis ini digunakan untuk
memahami cara pengarang untuk menyampaikan gagasan, ide-idenya, sikap prilaku
pengarang dalam menampilkan suatu gagasannya serta unsure-unsur instrinsiknya
sehingga membangun totalitas bentuk maupun makna yang terdapat dalam metode
ini.
Adapun metode yang dijelaskan dalam bagian
metode penelitian ini meliputi :
a.
Sumber Data
Sumber
data adalah mengemukakan tujuan penulis untuk menunjukkan terbatasnya obyek
penelitian ( Yudiono, 1986 : 16 ). Sumber data dalam penelitian ini berupa
fiksi berjudul Bintang Tertusuk Cinta karya
Reni Hapsari diterbitkan oleh Galang
Press Yogyakarta, 2005.
b. Subjek Data
Berdasarkan sumber data diatas, maka subjek
data berupa teks kata, kalimat dan paragraph pada fiksi berjudul Bintang Tertusuk Cinta karya Reni
Hapsari yang mengandung atau mengalami proses romantisisme seperti latar.
3. Pendekatan Romantisisme
Dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan pragmatik yang berhubungan langsung antara karya sastra dengan
pembaca. Dalam pragmatik diperlukan data dari sempel pembaca yang diteliti.
Dengan melakukan penelitian atau pengamatan terhadap pembaca. Penelitian model
pragmatik dapat diperluas dengan perbandingan.
4. Langkah Kerja Penelitian
a. Menghimpun data
penelitian yang berupa tokoh beserta apa yang dilakukan tokoh dan tempat
terjadinya peristiwa. Data dalam hal ini diperoleh setelah membaca
berulang-ulang novel Bintang Tertusuk
Cinta karya Reni Hapsari.
b. Mengklasifikasikan
data yang telah dicatat dan diinvetarisasi, kemudian dianalisis.
c. Menganalisis data,
kemudian dipaparkan, disertai dengan penafsiran dan mendiskripsikannya. Hasil
analisis dijadikan pertimbangan dalam mengambil kesimpulan.
d. Penyimpulan.
G. Sistematika Penulisan
Secara keseluruhan
penulisan ini dibagi atas empat bab dengan sistematika sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan,
yang membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, penegasan istilah dan sistematika penulisan.
Bab II Lanjutan teori, yang mengungkapkan tentang
pentingnya landasan teori dan penelitian, pengertian novel, sosiologi sastra,
dan jenis tindak kekerasan.
Bab III Analisis
Romantisisme dalam novel Bintang Tertusuk Cinta karya Reni Hapsari sebagai
pembahasan masalah.
Bab IV Penutup, isi :
simpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Novel
Dalam sastra Indonesia, istilah novel
seperti yang terdapat dalam pengertian
yang sering dipergunakan dalam sastra inggris dan amerika sudah mulai
dipakai secara berangsur-angsur. Kata novel berasal dari kata latin novellus yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti “baru”. Dikatakan
baru karena dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi,
drama, dan lain-lain, maka novel ini muncul kemudian ( Tarigan, 1971 : 163-164
).
Menurut ( Liddell,
melalui Tarigan, 1971 : 164 ) mengatakan bahwa novel inggris yang pertama
sekali lahir adalah Famela. Dalam
“The American College Dictionary” bahwa novel adalah cerita prosa yang fiktif
dalam panjang tertentu, yang melukiskan para tokoh, serta kehidupan nyata yang
representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.
Namun dalam “The Advansed Learners Dictionary” bahwa novel adalah suatu alur
yang cukup panjang mengisi satu buku atau lebih, yang menggarap kehidupan pria
dan wanita yang bersifat imajinatif.
Novel berbeda dengan
cerita pendek, masalah yang ingin ditampilkan oleh jenis karya satra novel
lebih luas ruang lingkupnya. Novel dapat mengungkapkan seluruh episode
perjalanan tokoh ceritanya, bahkan dapat pula menyinggung masalah-masalah yang
kaitannya sudah agak renggang. Artinya masalah-masalah yang sesungguhnya tidak
begitu integral dengan masalah pokok cerita itu sendiri. Dapatlah dikatakan
kehadirannya hanyalah sebagai pelengkap saja. Tetapi ketidakhadirannya tidak
akan menggangu atau mempengaruhi kepaduan ceritanya. Cerita mengenai
masalah-masalah sampingan tersebut biasa dikenal dengan istilah digresi (
Suharianto, 1982 : 40 ).
Berdasarkan kesimpulan diatas dapat diartikan bahwa novel
adalah bentuk prosa fiksi yang panjang, yang melukiskan kehidupan
tokoh-tokohnya dengan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar yang
tersusun.
B. Unsur-Unsur Novel
Dalam novel terdapat unsur-unsur yang
membangun sebuah fiksi. Unsur yang membangun sebuah fiksi yang membangun sebuah
totalitas secara tradisional dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu :
Unsur Instriksik dan Unsur Ekstrinsik.
Unsur instrinsik ( instrinsic ) adalah unsur-unsur yang
membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya,
unsur-unsur faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.Unsur
instrinsik meliputi peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang
penceritaan, bahasa atau gaya bahasa. ( Nurgiyantoro, 2002 : 23 ).
Unsur ekstrinsik ( extrinsic ) adalah unsur-unsur yang
berada di luar karya sastra itu, tetapi sacara tidak langsung mempengaruhi
bangunan atau sistem organisme karya sastra. ( Nurgiyantoro, 2002 : 23 ).
Sama halnya dengan unsur yang lain,tokoh dan penokohan merupakan unsur
yang penting dalam sebuah novel. Pesan yang disampaikan pengarang dapat
mengekspresikan gagasan dan pesan-pesannya kepada pembaca melalui tokoh-tokoh
dalam novel tersebut. Adakalanya pengarang melalui pencerita mengisahkan
sifat-sifat tokoh, hasrat, pikiran, dan perasaannya, kadang-kadang menyisipkan
kilatan ( allusion ) atau komentar
pernyataan setuju tidaknya akan sifat-sifat tokoh itu. Jadi, di dalam cerita
rekaan pengarang dapat memaparkan saja watak tokohnya, tetapi dapat juga
menambah komentar tentang watak tersebut. ( Sudjiman, 1992 : 23 ).
Berdasarkan tema skripsi ini, hanya di uraikan dengan unsur instrinsik
novel yaitu, tokoh dan penokohan, serta latar cerita. Sedangkan unsur lain
diuraikan pada pembahasan berikutnya, yaitu aspek romantisisme sebuah novel.
Adapun pembahasan kedua unsur instrinsik
tersebut sebagai berikut :
1.
Tokoh dan Penokohan
a. Tokoh
Dalam setiap cerita
keberadaan tokoh merupakan yang sangat penting karena tanpa adanya kehadiran
tokoh, maka terasa cerita tersebut akan hambar. Hal ini disebabkan sebuah
cerita akan merupakan serangkaian peristiwa yang dialami mengalami peristiwa
atau perlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita. Sudjiman ( 1992 : 16 )
menyatakan bahwa yang di maksud tokoh adalah individu rekaan yang mengalami
peristiwa atau perlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita.
Tanpa kita menyebut
sesuatu yang bernama tokoh cerita. Tokoh ialah pelaku rekaan yang mengalami
peristiwa atau berkelakuan di berbagai peristiwa ( Harjito, 2007 : 4 ). Menurut
( Forster melalui Harjito, 2007 : 4-5 ) mengatakan bahwa tokoh biasanya
berwujud manusia namun tidak menutup kemungkinan tokoh berwujud benda.
Berdasarkan
fungsinya atau penting tidaknya kehadiran tokoh dalam cerita, dibedakan. (a)
Tokoh sentral ( utama ), meliputi protagonis dan antagonis, (b) Tokoh bawahan,
mencakup tokoh andalan dan tokoh tambahan ( Harjito, 2007 : 5 ).
Semua unsur cerita rekaan, termasuk tokohnya
bersifat rekaan semata-mata. Tokoh itu di dalam dunia nyata tidak ada. Boleh
jadi ada kemiripannya dengan individu tertentu di dalam hidup ini; artinya, ia
memiliki sifat-sifat yang sama dengan seseorang yang kita kenal di dalam hidup
kita. ( Sudjiman, 1992 : 17).
Menurut ( Abram
melalui Nurgiyantoro, 2002 : 165 ) mengatakan bahwa tokoh cerita ( character ) adalah orang-orang yang
ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca
ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Berdasarkan fungsi
tokoh di dalam cerita dapat dibedakan tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh
yang memegang peran pimpinan disebut tokoh utama atau protagonis. Protagonis
selalu menjadi tokoh yang sentral didalam sebuah cerita. Protagonis dapat juga
ditentukan dengan memperhatikan hubungan antar tokoh. Protagonis berhubungan
dengan tokoh-tokoh yang lain, sedangkan tokoh-tokoh itu sendiri tidak semua
berhubungan satu dengan yang lain. ( Sudjiman, 1992 : 17-18 ). Menurut (
Stanton, melalui Baribin, 1985 : 54 ) mengatakan bahwa tokoh utama ( acentral character ) yaitu orang yang
ambil bagian dalam sebagian besar peristiwa dalam cerita, biasanya peristiwa
atau kejadian-kejadian itu menyebabkan terjadinya perubahan sikap terhadap diri
tokoh atau perubahan pandangan kita sebagai pembaca terhadap tokoh tersebut.
Menurut (
Altenbernd & Lewis, melalui Nurgiyantoro, 2002 : 178 ) mengatakan bahwa tokoh protagonis adalah
tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero,
tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai ideal bagi kita.
Pembedaan antara
tokoh utama dan tokoh tambahan dengan tokoh protagonis dan antagonis sering
digabungkan, sehingga menjadi tokoh utama protagonis, tokoh utama antagonis,
tokoh tambahan protagonist, dan seterusnya. Pembedaan secara pasti antara tokoh
utama protagonist dengan tokoh utama antagonis juga sering tidak mudah
dilakukan. Pembedaan itu sebenarnya
lebih bersifat penggradasian. ( Nurgiyantoro, 2002 : 181 ).
Adapun tokoh yang merupakan
penentang utama dari protagonis disebut antagonis atau tokoh lawan. Antagonis
termasuk tokoh sentral. Di dalam karya sastra tradisional seperti cerita rakyat
biasanya pertentangan diantara protagonis dan antagonis jelas sekali.
Protagonis mewakili yang baik dan yang terpuji karena itu biasanya menarik
simpati pembaca, sedangkan antagonis mewakili pihak yang jahat atau yang salah.
Di dalam fungsinya sebagai sumber nilai,
cerita rakyat selalu memenangkan protagonis yang menjadi tokoh teladan itu.
Yang termasuk tokoh sentral juga di samping protagonis dan antagonis adalah
wirawan dan wirawati karena tokoh ini penting di dalam cerita,dan karena
pentingnya cenderung menggeser kedudukan tokoh utama. ( Sudjiman, 1992 : 19 ).
Menurut Grimes (
melalui Sudjiman, 1992 : 19 ) bahwa yang dimaksud tokoh bawahan adalah tokoh
yang tidak sentral kedudukannya didalam cerita, tetapi kehadirannya sangat
diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama.
Di dalam beberapa cerita rekaan terdapat
tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan protagonist, tokoh semacam ini disebut
tokoh handalan.Tokoh andalan dimanfaatkan oleh pengarang untuk member gambaran
lebih terperinci tentang tokoh utama ( Sudjiman, 1992 : 20 ). Seperti yang di
sampaikan Aminuddin ( 2009 : 80 ) Kriteria dalam menentukan tokoh utama adalah
(a) keseringan muncul dalam suatu cerita, (b) lewat petunjuk yang diberikan
pengarang, (c) Selain itu lewat judul cerita.
b. Penokohan
Cara
menampilkan tokoh biasanya disebut penokohan ( Harjito, 2007 : 6 ). Penokohan
sebagai salah satu unsur pembangun fiksi dapat dikaji dan dianalisis
keterjalinannya dengan unsur-unsur pembangun lainya ( Nurgiyantoro, 2002 : 172
). Hal ini sesuai dengan pendapat Sudjiman ( 1992 : 23 ) penokohan adalah
penyajian watak tokoh dan penciptaan
citra tokoh. Sedangkan cara pengarang untuk menciptakan tokoh atau pelaku itu
disebut penokohan ( Aminuddin, 2009 : 79 ). Sementara itu, Sudjiman ( 1992 : 23
) mengatakan bahwa penokohan atau kreatifitas proses yang dipergunakan seorang
untuk menciptakan tokoh-tokoh yang digambarkan cirri-ciri lahir dan sifat serta
sikap batin dalam cerita.
Menurut
Suharianto ( 1982 : 31 ) mengatakan bahwa penokohan atau perwatakan adalah
pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang
dapat berupa pandangan hidupnya, sikap keyakinannya, adat-istiadatnya dan
sebagainya. Seperti diketahui, yang ingin diungkapkan pengarang melalui
karyanya adalah manusia dan kehidupannya. Karena penokohan merupakan unsure
cerita yang tidak dapat ditiadakan, melalui penokohan cerita menjadi lebih
nyata dalam angan-angan pembaca. Dan melalui penokohan itulah kita sebagai
pembaca dapat dengan jelas menangkap wujud manusia yang perikehidupannya sedang
diceritakan pengarang.
Pengarang
dalam mengisahkan seorang tokoh atau dalam penokohan, memiliki dua teknik yaitu
: Teknik Ekspositori ( Teknik Analitis ) dan Teknik Dramatik ( Nurgiantoro,
2002 : 194 ). Teknik Ekspositori ( Teknik Analitis ) adalah pelukisan tokoh
cerita yang dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan
secara langsung ( Nurgiyantoro, 2002 : 195 ).
Sedangkan
Dramatik ( Nurgiantoro, 2002 : 198 ) mengatakan bahwa penokohan dramatik adalah
penampilan pada drama, dilakukan secara tidak langsung, artinya pengarang tidak
mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap seta tingkah laku tokoh.
Penokohan dramatik dapat diwujudkan atau ditunjukan dalam melalui berbagai
aktivitas yang dilakukannya, baik secara verbal maupun lewat kata-kata dan juga
melalui peristiwa yang terjadi. Dalam karya fiksi yang baik, kata-kata, tingkah
laku dan kejadian-kejadian yang diceritakan tidak sekedar menunjukan plot saja,
melainkan juga sekaligus menunjukan sifat kesendirian masing-masing tokoh
pelakunya.
2.
Latar atau Setting
Peristiwa-peristiwa dalam cerita fiksi juga selalu dilatarbelakangi oleh
tempat, waktu, maupun situasi tertentu. Latar atau Setting adalah peristiwa
dalam karya fisik, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa serta memiliki
fungsi fisikal dan fungsi psikologis ( Aminuddin, 2009 : 67 ). Sudjiman ( 1992
: 44 ) mengatakan bahwa latar adalah keterangan petunjuk, pengacuan yang
berkaitan dengan waktu, ruang dan terjadinya suasana peristiwa dalam suatu
karya sastra. Segala petunjuk, keterangan, acuan, yang berkaitan dengan waktu,
ruang, suasana terjadinya suatu peristiwa disebut latar ( Harjito, 2007 : 10 ).
Menurut Baribin (
1985 : 63-64 ) mengatakan bahwa latar atau landas tumpu ( setting ) cerita adalah
lingkungan tempat peristiwa terjadi. Termasuk di dalam latar ini adalah, tempat
atau ruang yang dapat diamati, seperti di kampus, di sebuah kapal yang berlayar,
di dalam penjara dan sebagainya. Termasuk di dalam unsure latar atau landas
tumpu ( setting ) ini adalah waktu, hari, tahun, musim atau periode sejarah.
Biasanya latar muncul pada semua bagian atau penggalan cerita, dan kebanyakan
pembaca tidak terlalu menghiraukan latar ini karena lebih terpusat kepada jalan
ceritanya, namun bila yang bersangkutan membaca untuk kedua kalinya barulah
latar ini ikut menjadi bahan simakan.
Latar disebut
juga setting yaitu tempat atau waktu terjadinya sebuah cerita ( Suharianto,
1982 : 33 ). Suatu cerita hakikatnya tidak lain ialah lukisan peristiwa atau
kejadian yang menimpa atau dilakukan oleh satu atau beberapa orang tokoh pada
suatu waktu disuatu tempat, Karena manusia atau tokoh cerita itu tidak pernah
dapat lepas dari ruang dan waktu. Maka tidak mungkin ada cerita tanpa latar
atau setting. Kegunaan latar atau setting dalam cerita biasanya bukan hanya sekedar
sebagai petunjuk kapan dan dimana cerita itu terjadi, melainkan juga sebagai
tempat pengambilan nilai-nilai yang ingin diungkapkan pengarang melalui ceritanya
tersebut.
Menurut
Hamalian dan Frederick melalui ( Aminuddin, 2009 : 68 ) mengatakan bahwa latar
atau setting dalam karya fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu peristiwa,
suasana serta benda-benda dalam lingkungan tertentu, melainkan juga dapat
berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka maupun
gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi suatu problem tertentu.
Kegunaan latar atau setting dalam karya sastra
bukan hanya sebagai petunjuk waktu penceritaan, tetapi juga sebagai tempat
pengambilan nilai-nilai. Begitu juga nilai-nilai romantisisme yang ingin di
ungkapkan oleh pengarang.
C. Romantisisme dalam Karya
Sastra
Lovejoy ( melalui Faruk, 1995 : 143 )
mengatakan bahwa romantisisme mempunyai begitu banyak arti sehingga membuat
manjadi sekaligus tidak mempunyai arti apapun. Pada dasarnya romantisisme adalah paham idealistis melihat dunia,
kehidupan nyata manusia, dari perspektif sebuah ideal yang maha besar, maha sempurna
( Faruk, 1995 : 167 ) segala sesuatu yang ada di dalamnya berada dalam kesatuan
yang seimbang dan harmonis seperti dalam surga.
Menurut Barzun (
melalui Faruk, 1995 : 143 ) mencobanya dengan menggunakan pendekatan
kontekstual, menempatkannya dalam oposisi dengan klasisisme dan pertumbuhan
individualisme sehingga hasilnya, romantisisme dipandang sebagai gerakan yang
cenderung pada diversitarianisme, bersikap toleran terhadap
keanekaragaman.
Karya-karya
sastra romantik yang lahir dan tersebar luas di berbagai wilayah kebudayaan
Barat, di sekitar akhir abad XVIII dan awal abad XIX. Pastilah banyak faktor
yang menyebabkan kelahiran dan penyebaran karya- karya romantik tersebut.
Banyak faktor yang menyebabkan kelahiran dan penyebaran karya-karya romantik
tersebut. Diantaranya adalah lenyapnya sistem patronase tradisional dan feudal
terhadap sastra dan teknologi percetakan. Novel-novel romantik merupakan hasil
pertama dari sastra modern yang diproduksi dengan cara percetakan yang mampu
menjangkau publik secara massal dan komersial dalam sejarah sastra Perancis dan
Inggris ( Faruk, 1995 : 145 ).
Menurut Allen (
melalui Faruk, 1995 : 146 ) mengatakan bahwa romantisisme Perancis tumbuh
akibat lenyapnya sistem patronase tradisional, sebagai gantinya ditemukan
sejumlah teknik produksi dan distribusi buku yang meluas. Romantisisme
dibedakan menjadi dua macam, yaitu romantisisme serius dan romantisisme
populer. Dalam situasi serupa itu karya sastra sugguh-sungguh menjadi komiditi
seperti yang terjadi di Perancis, dan situasi itu pulalah yang menjadi benih
kelahiran romantisisme di Inggris.
Sejak akhir
abad XIX novel-novel mulai mendominasi pasar, semulanya novel-novel berbentuk
dari majalah-majalah keluarga itu tampil dengan rentangan isi dari
anekdot-anekdot, roman-roman alegoris yang didaktis cerita-cerita yang
realistis, sampai dengan cerita-cerita pelarian dari realitas yang berakar pada
gerakan romantik dengan perubahan sikapnya yang mendadak terhadap nilai-nilai
kapitalisme ( Faruk, 1995 : 147 ). Menurut Abrams melalui ( Faruk, 1995 : 145 )
menyebutkan bahwa romantisisme sebagai supernaturalisme natural.
Berdasarkan
pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa romantisisme adalah suatu
paham atau aliran dalam sastra yang mengutamakan perasaan tokoh atau pelakunya
yang romantis yang mengandung unsur percintaa, dan kemesraan.
D. Aspek-Aspek Romantisisme
Menurut Wellek (
melalui Faruk, 1995 : 144 ) mengatakan bahwa persatuan ciri utama romantisisme,
menurutnya romantisisme berusaha keras untuk mengatasi keterpisahan antara
subjek, diri dengan dunia, kesadaran dengan ketaksadaran. Tanpa berpretensi
pada kemutlakan definisi, tulisan ini memahami romantisme sebagai kesatuan dan
ketegangan antara dunia ideal yang
menuntut dengan dunia nyata yang penuh dengan perpisahan, kekacauan, dan
keanekaragaman dalam hubungan antar unsur yang membangunnya.
Sejajar dengan
definisi Wellek diatas, penganut romantisisme melihat dunia dari perspektif
dunia ideal, sehingga mereka terus menerus berjuang untuk membangun kesatuan
atau harmoni. Namun dilain pihak, sejajar dengan definisi Barsun ( melalui
Faruk, 1995 : 144 ) romantisisme tidak dapat mengingkari keberadaannya dalam
dunia nyata, sehingga mereka juga menyukai petualangan dan keanekaragaman.
Dunia ideal dipahami sebagai awal dari dunia nyata, sumber pertama dari
eksistensi dan maknanya. Dunia nyata adalah dunia pengalaman dalam ruang dan
waktu yang secara langsung dapat dipahami oleh manusia. Dunia ideal adalah satu
kesatuan yang menembus segalanya, kesatuan yang mengekspresikan dirinya dalam
multiplisitas alam, yang mengekspresikan dirinya dalam segala benda-benda
sebagai roh.
Romantisisme
dilihat sebagai paham yang memudar, yang akan dan bahkan telah ditinggalkan.
Itu sebabnya, sesudah Pujangga Baru, paham tersebut tidak pernah lagi
diproklamasikan sebagai paham yang dianut oleh para sastrawan Indonesia
sepanjang parkembangannya. Paham-paham yang muncul kemudian dianggap sebagai
paham-paham baru yang sudah jauh meninggalkan romantisisme, seperti simbolisme,
eksistensialisme dan sufisme. Kenyataan terakhir di atas tidak dengan dirinya
berarti bahwa romantisisme menjadi lenyap sama sekali, romantisisme tetap hidup
di balik berbagai paham dan kecenderungan baru yang muncul dalam sastra
Indonesia ( Faruk, 1995 : 160 ).
Dalam perkembangannya sastra Indonesia
menyerap pola-pola dan paham-paham yang berkembang dalam sastra dunia dari
romantisisme. Didalam sejarah terjadi pada masa Pujangga Baru, dari 1933 hingga
1942. Pada tahun 1941 semangat para sastrawan Indonesia pada zamannya, baik
Pujangga Baru maupun Balai Pustaka, tidak ada bedanya dengan semangat romantik.
Akan tetapi, penerimaan Pujangga Baru terhadap romantisisme tersebut disertai
pada waktu bersamaan oleh penerima terhadap rasionalisme dan pengenalan terhadap
paham-paham yang muncul ( Faruk, 1995 : 158 ).
Teoretisi
sastra Lembaga Kebudayaan Rakyat ( Lekra ) bahkan secara sadar menerima
romantisisme dan menanggap realisme sosialis sebagai gabungan antara realisme
dengan romantisisme. Pemahaman yang didasarkan pada anggapan bahwa realisme
sosialis tidak berbicara mengenai realitas sebagaimana adanya, melainkan
realitas yang mengarah kepada sebuah dunia ideal ( Foulcher melalui Faruk, 1995
: 161 ). Lekra tidak dapat keluar dari kerangka konseptual estetika modernis
pada dasarnya adalah warisan romantisisme.
Berkaitan dengan
pembahasan aspek romantisisme yang dikaji, meliputi : aspek percintaan dan
aspek ekspresi. Adapun penjelasan masing-masing aspek tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Aspek Percintaan
Dalam sebuah cinta berusaha mengekspresikan
dan mengkomunikasikan dirinya dan menghidupan suasana didalam percintaan.
Adapun aktivitas dari cinta adalah bentuk biasa. Oleh karena itu, dalam
menganalisis unsur romantisisme aspek percintaan dapat di cari melalui tokoh
dan penokohan. Secara lugas cinta adalah sebuah rasa sangat kasih saying atau
sangat tertarik hatinya antara laki-laki dan perempuan ( Anwar, 2003 : 110 )
dalam percintaan terkait masalah birahi, menyukai, menaruh kasih sayang, selalu
teringat dan terpikir dalam hati, susah hati, risau, kemesraan, sedih dan
perasaan-perasaan lainnya.
Aspek romantisisme percintaan dalam novel
merupakan perpaduan atau kesatuan dunia nyata dan dunia ideal yang kadang
realisasinya memuaskan bahkan sebaliknya. Aspek romantisisme percintaan dalam
novel merupakan perpaduan atau kesatuan antara
kehidupan dunia nyata dan dunia ideal ( Faruk, 1995 : 167 ).
Sebagai tolak ukur analisis
dalam pembahasan ini adalah perihal berkasih-kasihan antara pelaku utama dan
pelaku lawan jenisnya, seperti cinta, kemesraan, perasaan sedih dan perasaan
lain sebagainya.
2. Aspek Ekspresi
Suatu aspek romantisisme sebuah
novel dapat di analisis melalui unit-unit ekspresi. Pada zaman romantisisme diabad XVII dan awal
XIX, misalnya, emosi, hasrat cinta yang tidak terkendali, karena romantisisme
sebagai seperangkat alat-alat ekspresi dan seperangkat isi-isinya ( Faruk, 1995
: 173 ).
Adapun beberapa
unit ekspresi romantisisme yaitu berupa oposisi antara perasan dengan pikiran,
laki-laki dengan wanita, benci dengan rindu, suka dengan duka, miskin dengan
kaya, manis dengan pahit, datang dengan pergi, kesunyian dengan keramaian.
Selain itu, unit-unit yang menyiratkan pasangan-pasangan oposisional seperti
gambaran bermesraan dalam cium-ciuman yang menghanyutkan, cinta tak
tersampaikan, nasib dan takdir, impian yang menjadi kenyataan, anugerah
pertemuan cinta yang hilang, kesetiaan insan, impian yang tercapai, cinta
sejati dan lain sebagainya.
Jadi, analisis
ekspresi romantisisme dalam pembahasan ini adalah unit-unit ekspresi yang
terdapat dalam sebuah novel yaitu melalui pelukisan tokoh dan penokohan serta
latar ( setting ) dalam sebuah novel.
BAB III
ROMANTISISME DALAM NOVEL BINTANG TERTUSUK CINTA
KARYA RENI HAPSARI
A. Unsur Novel
1. Tokoh
a. Tokoh Utama ( Sentral
)
Mereka disebut tokoh utama (
sentral ) karena intensitas keterlibatannya dalam cerita yang sangat tinggi. Di
dalam cerita ini tokoh Bintang dan Daniel selalu dimunculkan di dalam novel Bintang Tertusuk Cinta. Penjelasan
lengkapnya tertulis dalam uraian berikut :
1) Bintang
Bintang terlihat dalam peristiwa besar
dalam novel ini yaitu pada saat pergi kehiburan malam atau disebuah kafe, dapat
dilihat dari kutipan di bawah ini :
“Terlihat asap rokok dimana-mana,
suasana temaram, dan suara musik yang menghentak-hentak. Semua justru tiadak
nyaman bagi Bintang. Pandangannya terhalang orang-orang yang bergoyang di depan
meja masing-masing. Mereka sengaja membuat kelompok agar mudah diketahui (
Hapsari, 2005 : 26 ).
Dari
kutipan di atas, tampak bahwa Bintang adalah seseorang yang tidak menyukai
hiburan malam atau kafe, tetapi Bintang lebih nyaman dirumah. Namun Bintang
merasa seperti orang yang baru mengenal hiburan malam.
Pada halaman yang sama, Bintang seorang
wanita cantik yang banyak mendapatkan sorotan dalam cerita dari latar belakang
tersebut, seperti terlihat pada kutipan di bawah ini :
“Kafe itu telah dipenuhi banyak
orang yang haus hiburan malam. Mata Bintang meneliti kesetiap tempat duduk, tapi
tak ada yang kosong. Tiba-tiba ada yang menarik tangan Bintang dari belakang.
Bintang sedikit terkejut. Tempat semacam ini bukanlah tempat yang sering ia
datangi, dan ia tidak pernah berpikir akan ada orang yang mengenalnya di situ (
Hapsari, 2005 : 26-27 ).
Dari
kutipan diatas terlihat jelas bahwa Bintang adalah sesosok wanita cantik, dan
banyak laki-laki menyukai kecantikannya. Sejak Bintang memasuki kafe itu, diam-diam
ada seorang laki-laki yang memperhatikannya gerak-gerik Bintang.
Pada halaman lain Bintang terlihat peristiwa
besar dalam novel ini yaitu peristiwa pada saat acara Ulang Tahun Tante Siska
dikonsep santai dengan pesta kebun, dapat terlihat pada kutipan dibawah ini :
“Kita duduk di sana saja yuk.
Ngga` enak berdiri di sini.” Bramasetya menunjuk dua tempat duduk kosong di bawah
pohon mangga. Tempat yang strategis, tidak jauh dari kerumunan para tamu,
sehingga mereka tidak akan jadi pusat perhatian bila duduk menyendiri berdua (
Hapsari, 2005 : 99 ).
Dari kutipan di atas bahwa Bintang merasa
tidak menginginkan dirinya menjadi bahan pembicaraan para tamu sehingga dia
memilih tempat yang nyaman.
2) Daniel
Daniel
terlibat dalam peristiwa besar dalam novel ini, Daniel adalah seorang laki-laki
tampan, disamping itu juga Daniel merupakan kekasih Bintang. Awal mula
perjalanan asmara Daniel dan Bintang berawal dari sebuah persahabatan yang
berubah menjadi cinta, seperti kutipan di bawah ini :
“Setiap orang memiliki sejarah
pribadi dalam menapaki hidup, orang mengalami berbagai hal baik buruk, hitam
putih, suka duka. Bintang bertemu dengan Daniel empat tahun lalu. Mereka berdua
adalah seorang sahabat.Semua berawal dari sebuah persahabatan. Bintang menatap
Daniel. Sepasang matanya seakan tersenyum dan pada saat itulah Daniel menyadari
bahwa selama ini dia mencintai Bintang ( Hapsari, 2005 : 66-67 ).
Dari kutipan diatas tampak bahwa
Daniel mempunyai perasaan suka terhadap sahabatnya sendiri, tak lain adalah
Bintang. Namun Daniel tidak ingin menjadi sahabatnya tetapi menjadi kekasihnya.
Dari
penjelasan-penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa Bintang dan Daniel
adalah tokoh utama atau sentral karena keterlibatannya dalam cerita sangat
tinggi.
b. Tokoh Bawahan
Tokoh bawahan dalam novel ini
yang kehadirannya diperlukan dalam mendukung tokoh utama adalah sebagai berikut
:
1) Bramasetya
Bramasetya adalah seorang
laki-laki yang diam-diam mempunyai perasaan suka terhadap Bintang. Di samping
itu juga Bramasetya adalah sahabat Abhin, kakak Bintang. Yang terlihat pada
kutipan di bawah ini :
“Tangan ini sangat lembut.
Ingin sekali Bramasetya bisa menggenggamnya dengan lama. Kamu seharusnya
menyadari Bin, bahwa didalam hatiku ada rasa sayang untuk kamu. Bintang digoda
oleh suara hatinya sendiri ( Hapsari, 2005 : 102 ).
“Bintang bukan
orang bodoh. Dia merasa bahwa dari dulu Bramasetya memang menyimpan sesuatu.
Bintang mengenal Bramasetya sudah lama, sejak Abhin memperkenalkannya pada
keluarga sebagai sahabatnya, sejak dia duduk di bangku SMA ( Hapsari, 2005 :
116 ).
Dari kutipan di atas terlihat jelas
bahwa Bramasetya sangat menyukai Bintang sudah lama, sejak Abhin
memperkenalkannya pada Bintang. Sejak itu mereka masih duduk di bangku SMA,
namun Bintang tidak menyadari itu semua.
2) Niken, Luna, Fara
Niken, Luna, Fara, adalah
sahabat-sahabatnya Bintang yang usil dan cerewet, seperti yang terlihat pada
kutipan di bawah ini :
“Turun yuk, kayaknya asyik tuh,
sekalian kita cari krishna...” Niken menarik tangan fara. Tanpa komentar luna
langsung mengikuti Niken ( Hapsari, 2005 : 29 ).
Dari kutipan diatas terlihat bahwa sahabat-sahabatnya
itu ingin menjodohkan Bintang dengan Bramasetya. Namun Bintang belum bisa
menerima laki-laki manapun yang akan menjadi kekasihnya termasuk Bramasetya, karena
Bintang ingin menata hidupnya setelah berpisah dengan Daniel.
3) Krishna
Krishna adalah cowok keren, kaya dan suka
main perempuan dengan memamerkan kekayaannya, seperti yang terlihat pada
kutipan di bawah ini :
“Laki-laki yang suka gonti-ganti
mobil ketika ke kampus ini, memang pernah mencoba menaklukan hati Bintang
dengan mengajak diner, seperti yang barusan dibanggakan Niken. Beberapa hari,
setelah puas dan bosan, dengan tanpa beban Krishna meninggalkan. Sungguh tragis
nasib cewek-cewek yang pernah jatuh di pelukan Krishna ( Hapsari, 2005 : 17-18
).
Dari kutipan di atas jelaslah bahwa Krishna
sangat mudah menaklukan hati perempuan dengan cara memberikan setumpuk barang mahal,
perempuan yang sudah menjadi korban dari Krishna adalah mereka yang terlena
akan harta.
Pada halaman yang sama ditunjukan
bahwa Krishna membanggakan harta orang tuanya, seperti kutipan di bawah ini :
“Bukan rahasia, orang
tua Krishna memperoleh kekayaannya yang selalu dibanggakan anaknya itu dari
jalan yang tak benar, dan lalu digunakan untuk melampiaskan keinginannya apa
pun ( Hapsari, 2005 : 18 ).
Dari kutipan di atas terlihat jelas bahwa
harta yang di bangga-banggakan Krishna itu adalah hasil dari jalan tidak benar
yang diperoleh orang tuanya.
4) Abhin
Abhin adalah sebagai seorang kakak yang
menyayangi adiknya, seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini :
“Eh, ada apa ini kok ribut-ribut?!”
“Mas Abhin?” Bintang terkejut
melihat Abhin berjalan ke arahnya.Dirinya tidak tenang, perasaan khawatir
menyelinap dalam hatinya. Dia tahu, kakaknya menyayanginya. Apa pun akan dia
lakukan bila menyangkut nasib diri adiknya. Dia tentu tidak akan terima bila
melihat perlakuan Daniel pada adiknya pagi itu ( Hapsari, 2005 : 133 ).
“Abhin marah atas kelakuan Daniel
pagi itu. Dia tidak akan pernah terima adiknya diperlakukan seenaknya seperti
itu. Seharusnya dia tahu dari dulu kejanggalan yang sering dia lihat pada
adiknya. Di tubuh adiknya sering memar-memar tanpa sebab, tapi Bintang selalu
menutupi apa yang sesungguhnya terjadi ( Hapsari, 2005 : 138 ).
Dari kutipan di atas terlihat jelas
bahwa Abhin tidak terima kalau adiknya diperlakukan tindak kekerasan terhadap
Daniel, di samping itu juga Daniel adalah mantan kekasih Bintang 2 tahun yang
lalu.
Pada halaman yang sama ditunjukan bahwa
Abhin adalah seorang kakak yang akan selalu menjaga adiknya, seperti kutipan
dibawah ini :
“Aku gagal jadi kakak yang baik!” Kehadiran
Bintang memang membuat bahagia keluarganya, terutama Abhin. Dia masih ingat
saat ayahnya memberi tahu kalau adiknya yang masih dalam kandungan adalah
perempuan, spontan dia berkata, “Ayah. Jika ada yang menyakiti adik kecilku
nanti, Abhin akan marah besar. Abhin akan selalu menjaganya. “ saat itu ayahnya
hanya tersenyum ( Hapsari, 2005 : 138 ).
Dari kutipan di atas tampak bahwa Abhin
merasa dirinya telah gagal menjadi kakak yang baik. Karena sejak Bintang masih
dalam kandungan, Abhin sudah berjanji kepada adiknya akan selalu menjaganya dan
jika ada yang menyakiti, kakaknya itu akan marah.
5) Bunda
Bintang mempunyai Bunda yang baik
hati, seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini :
“Benar, Bunda ngga’ suka kalau
seperti itu.” Tiba-tiba Ibu Bintang sudah berjalan ke arah meja makan sambil
membawa semangkup sup yang masih hangat. Bintang tersenyum melihat wajah Abhin yang
jadi lucu karena teguran Ibu ( Hapsari, 2005 : 55 ).
Dari kutipan di atas jelaslah
Bintang mempunyai seorang Bunda yang sangat baik hati, karena Bunda adalah
seseorang yang sangat menyayangi anak-anaknya.
6) Ayah
Bintang mempunyai
ayah yang baik, seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini :
“Malam itu sangat
cerah, banyak bintang bertebaran dilangit, Suasana lengang, selengang hati
Bintang. Dia ingat di masa kecil dulu, ayahnya selalu mengajaknya nonton
bintang di luar, jika Bintang tidak bisa tidur dan terus-menerus menangis.
Ayahnya selalu menasihati, Bintang tidak boleh menangis, karena di malam itu
bintang bertebaran di langit yang akan menemaninya tidur ( Hapsari, 2005 : 116
).
Dari kutipan di atas terlihat jelas bahwa Ayahnya
selalu menasehati Bintang setiap ada masalah.
7) Tante Siska
Tante Siska sebagai teman Bunda,
seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini :
“Bunda ‘kan
mau dateng ke tempat Tante Siska juga. Memang Cuma Bintang yang diundang?”
Bintang tersenyum malu mendengar penjelasan ibunya. Aduh, kok bisa sampai pikun
begini sih…Tante Siska ‘kan teman Bunda juga. Tidak mungkin kalau Bunda sampai
tidak diundang di acara itu ( Hapsari, 2005 : 89 ).
Dari kutipan di atas tampak bahwa Tante
Siska mempunyai keakrapan dalam berteman denagan Bunda. Tante Siska juga gemar
menyelenggarakan pesta di belakang rumahnya yang asri.
8) Mbok Mun
Mbok mun sebagai pembantu rumah
tangga, seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini :
“Omlet
Mbok Mun memang enak. Nggak’ ada yang ngalahin, Ibu Bintang sekalipun yang notabene pintar memasak. Lalu, ia
meneguk juice sirsaknya. Bintang tidak pernah panik dengan berat badannya.
Jadi, makan malam seperti ini, bagi dia bukan masalah besar yang harus
dihindari ( Hapsari, 2005 : 19 ).
Dari kutipan diatas terlihat bahwa Bintang
sangat menyukai masakan dari pembantunya ( Mbok Mun ), dibandingkan dengan
masakan ibunya sendiri.
9) Pak Hari
Pak Hari adalah penjaga rumah
Bintang, seperti yang terlihat di bawah ini :
“Tampak Pak Har, penjaga rumah,
masih asyik dengan siaran sepakbola di televisi. Malam, Mbak… Kok sendirian?
Mbak- mbak yang banyak tadi kemana? Melihat Bintang datang sendirian dengan
wajah yang tampak keruh membuat Pak Har penasara ( Hapsari, 2005 : 39 ).
10) Bu Parmi
Bu Parmi adalah pelayan kantin di kampus,
seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini :
“Lima belas menit
berlalu, saat Bintang menikmati makanan di kantin. Suasana menjadi mulai
bising, banyak mahasiswa yang antri makan. Mereka mulai menarik kursi ke
belakang dari tempatnya semula, lalu duduk. Makanan di kantin kampus itu memang
enak. Dengan harga standar mahasiswa ( Hapsari, 2005 : 65-67 ).
Dari kutipan diatas
tampak bahwa Bintang selalu menyempatkan makan di kantin kampus sehabis jam
kuliah, karena masakannya enak dan harganya terjangkau untuk mahasiswa.
11) Abel
Abel adalah adik
Bramasetya, seperti yang terlihat pada kutipan dibawah ini :
“Bin, besok mau
ngga’ nemenin aku cari kado buat Abel?” Bramasetya mengalihkan pembicaraan.
Abel adalah adiknya, lebih muda dua tahun dari Bintang. Bintang juga mengenal
Abel. Mereka pernah kerjasama, satu tahun yang lalu, dalam acara bakti sosisal
untuk anak jalanan ( Hapsari, 2005 : 117 ).
Dari
kutipan di atas jelas bahwa Abel sebagai adik Bramasetya, lebih muda dua tahun dari Bintang.
12) Tokoh Lain
Di samping
tokoh-tokoh yang telah di sebutkan di atas masih banyak tokoh-tokoh yang
lainnya, seperti kutipan di bawah ini :
“Bunganya mau dikirim buat siapa, Pak? Ada
yang bernama Bintang di rumah ini? Pengantar itu menunjukan kertas putih bukti
pengiriman yang tertulis nama Bintang, lengkap dengan alamat rumah ( Hapsari,
2005 : 59 ).
“Setelah lama
menunggu, dua pemuda datang berlarian mendekat kearah Bintang ( Hapsari, 2005 :
182 ).
“Setengah jam
kemudian, beberapa orang datang menolong termasuk seorang dokter dan petugas paramedis
dengan mobil ambulans. Sedangkan mobil Daniel dibwa polisi yang saat itu datang
juga ( Hapsari, 2005 : 183 ).
Dari kutipan di atas tampaklah tokoh-tokoh
lain yang tidak dapat di sebutkan nama-namanya seperti : Pengantar Bunga, Dua
Pemuda, Beberapa Orang, Dokter, Petugas Paramedis, dan Polisi.
Dari
penjelasan-penjelasan di atas dapat di kemukakan bahwa tokoh-tokoh bawahan itu intensitasnya lebih sedikit dibandingkan
dengan tokoh utama ( sentral ).
2. Penokohan
Penokohan pada
novel Binang Tertusuk Cinta menggunakan cara lagsung atau analitik, dan tidak
langsung atau dramatik, penokohan-penokohan tersebut dapat dilihat dari kutipan
berikut ini :
a. Analitik ( Secara Langsung )
1) Bintang
Penokohan Bintang
yang menggunakan cara langsung atau analitik, dapat dilihat dari kutipan di bawah ini :
“Dingin dan indah
malam itu, dan Bintang lebih senang menyendiri termenung di beranda belakang
rumah dari pada bergabung dengan teman-temannya. Cewek-cewek yang dipandangnya
tidak punya pendirian ( Hapsari, 2005 : 15 ).
Pada kutipan di atas tampak
pengarang secara langsung menceritakan keadaan Bintang yang memilih dirumah menikmati dingin malam dan termenung masa lalu
bersama kekasihnya dari pada keluar malam ikut teman-temannya yang tidak punya
pendirian. Penokohan seperti itu termasuk menggunakan analitik.
Pada halaman lain juga
ditampilkan penokohan Bintang secara langsung, seperti kutipan di bawah ini :
“Bramasetya
mencuri pandang, memperhatikan wajah Bintang dari arah samping. Malam itu
Bintang terlihat sangat cantik. Dalam situasi apa pun, di mata Bramasetya ia
memang terlihat istemewa. Baju yang dikenakan sanagat sopan, tapi tetap up to date dan keren, tidak seperti kebanyakan
perempuan yang hobi clubing (
Hapsari, 2005 : 30 ).
Pada kutipan di atas tampak
penagarang secara langsung menceritakan bahwa Bintang adalah wanita yang sangat
cantik, banyak laki-laki yang mengagumi kecantikannya sehingga menjadi pusat
perhatian. Penokohan seperti itu termasuk menggunakan cara analitik.
Pada halaman lain juga
ditampilkan penokohan Bintang secara langsung atau analitik, seperti berikut :
“Huh…..Bintang
ngga’ gaul! Nongkrong ke kafe atau kita main billyard ‘kan oke…. Mau ya…
Bintang cantik deh kalau mau nganterin kita-kita. Luna mulai merengek-rengek. Inilah
yang tidak disukai Bintang dari teman-temannya itu. Seharusnya mereka bisa ngerti
bahwa dirinya tidak suka pergi ke tempat seperti gituan itu ( Hapsari, 2005 :
20 ).
Dari kutipan di atas tampak pengarang secara
langsung menceritakan keadaan Bintang yang sangat jengkel terhadap ulah teman-temannya
itu seharusnya mereka bisa ngerti kalau Bintang tidak suka pergi kehiburan
malam seperti ke kafe atau main billyard. Penokohan seperti itu termasuk
meggunakan cara analitik.
Pada halaman lain
juga ditampilkan penokohan Bintang secara lanagsung atau analitik, seperti
berikut :
“Kafe itu
telah dipenuhi banyak orang yang haus hiburan malam. Mata Bintang meneliti ke setiap
tempat duduk, tapi tak ada yang kosong. Tiba-tiba ada yang menarik tangan
Bintang dari belakang. Bintang sedikit terkejut. Tempat semacam ini bukanlah
tempat yang sering ia datangi, dan ia tidak pernah berpikir akan ada orang yang
mengenalnya di situ ( Hapsari, 2005 : 26-27 ).
Pada kutipan di atas pengarang tampak
secara langsung menceritakan bahwa Bintang tidak terbiasa pergi ketempat
hiburan malam, dia merasa tidak ada orang yang mengenal dirinya di tempat
seperti ini kecuali temannya. Dugaan Bintang salah, ternyata ada orang yang
mengenali dirinya. Penokohan seperti itu termasuk menggunakan cara analitik.
Pada halaman lain juga ditampilkan penokohan
Bintang secara langsung atau analitik, seperti kutipan di bawah ini :
“Bintang
semakin kesal dan tidak suka ditinggal berdua bersama Bramasetya. Ini namanya
perangkap, bukan karena Bintang membenci Bramasetya. Sebenarnya tidak ada yang
salah pada diri dia ( Hapsari, 2005 : 29 ).
Dari kutipan di atas pengarang tampak
secara langsung menceritakan kegelisahanya Bintang saat bersama Bramastya di
sebuah kafe, penokohan seperti itu termasuk menggunakan analitik.
Pada halaman lain juga
ditampilkan penokohan Bintang secara langsung atau analitik, seperti berikut
ini :
“Aku ke
toilet dulu ya, Bram…” Bintang beranjak berdiri, mencoba mengalihkan suasana.
Sebenarnya dia tidak ingin pergi ketempat duduknya jika Bramasetya tidak terus
menatap dirinya. Dia lebih suka duduk manis daripada desak-desakan ( Hapsari,
2005 : 31 ).
Pada kutipan di atas tampak pengarang secara
langsung menceritakan kegelisahan Bintang saat bertemu dengan Bramasetya
disebuah kafe. Penokohan seperti itu termasuk menggunakan analitik.
Pada halaman yang sama juga
ditampilkan penokohan Bintang secara langsung atau analitik, seperti kutipan di
bawah ini :
“Bram,
bisa minta tolong panggilin Nikin? Aku mau pulang sekarang! Tanya Bintang
setelah keluar dari toilet. Ini adalah rencana yang dia susun setelah berpikir
sejenak di dalam toilet. Dia tidak punya cara lain untuk menghindar dari
Bramasetya, kecuali pulang saat itu juga. Dia tidak mau ambil pusing, bila
teman-temannya rebut ( Hapsari, 2005 : 31 ).
Pada kutipan di atas tampak
pengarang secara langsung menceritakan bahwa Bintang ingin sekali menghindar
dari Bramasetya, tetapi dia tidak mempunyai alasan yang tepat untuk menghindar
darinya. Penokohan seperti itu termasuk menggunakan analitik.
Pada halaman yang lain juga ditampilkan
penokohan Bintang secara langsung atau analitik. Seperti kutipan di bawah ini :
“Aduh!”
Tiba-tiba tubuh Bintang terhentak ke belakang setelah ada yang seseorang
yang menabraknya di dekat pintu keluar. Ia merasa ada hawa dingin dan basah di
tubuhnya. “Ups, sorry….” Suara laki-laki itu terasa tidak asing bagi Bintang.
Bintang menengadahkan kepala, hatinya tersentak, laki-laki yang menabraknya itu
ternyata Daniel ( Hapsari, 2005 : 34).
Pada kutipan
di atas tampak pengarang secara langsung menceritakan keadaan Bintang yang
merasa terpojok saat bertemu dengan mantan kekasihnya, Daniel. Karena Bintang
tidak menginginkan pertemuannya, sebab akan mengingatkan masa lalunya bersama
Daniel. Penokohan seperti itu termasuk analitik.
Pada halaman lain juga ditampilkan penokohan
Bintang secara langsung atau analitik, seperti pada kutipan di bawah ini :
“Bramasetya
menoleh ke belakang dengan reflek lalu memeluk Bintang, mesra sekali. Kenalin,
ini pacarku. Sebenarnya Bintang tak perlu mengulurkan tangannya kepada Daniel.
Bramasetya juga tahu kalau Daniel adalah mantan kekasih Bintang, tapi dia tidak
tahu kenapa hubungan mereka sekarang jadi buruk ( Hapsari, 2005 : 36 ).
Pada kutipan di atas pengarang tampak secara
langsung menceritakan bahwa Bintang sedang mendapat perlindungan dari
Bramasetya, meskipun Bramasetya sedang berpura-pura menjadi kekasihnya.
Penokohan seperti itu termasuk analitik.
Pada halaman lain juga
ditampilkan penokohan Bintang secara langsung atau analitik, seperti kutipan di
bawah ini :
“Bintang
sadar bahwa kisah kasih sayangnya dengan Daniel lebih disebabkan oleh pengaruh
suasana hatinya yang merindukan akan laki-laki pendamping hidup ( Hapsari, 2005
: 39 ).
Pada kutipan di atas pengarang
tampak secara langsung menceritakan keadaan Bintang yang sulit untuk melupakan
segala kisah yang pernah dialaminya bersama Daniel, laki-laki yang pernah
singgah di hatinya. Penokohan seperti itu termasuk menggunakan analitik.
Pada halaman lain juga
ditampilkan penokohan Bintang secara langsung atau analitik, seperti pada
kutipan di bawah ini :
“Bintang
berusaha menyembunyikan kepedihannya itu, dengan selalu tampil riang kepada
siapa pun. Dia tak ingin orang lain menjadi sedih karena kesedihan yang dialami
dirinya itu. Dia sadar kesedihan hatinya tak pernah bisa hilang dengan penipuan
hati semacam itu, tapi menurutnya itulah jalan yang terbaik sekarang ( Hapsari,
2005 : 40 ).
Pada kutipan di atas pengarang tampak secara langsung
menceritakan keadaan Bintang yang mengalami kesedihan namun kesedihannya itu di sembunyikan, karena dia
berharap semua orang yang ada di sekelilingnya itu tidak tahu kesedihan yang dialaminya.
Penokohan seperti itu termasuk analitik.
Pada halaman lain juga
ditampilkan penokohan Bintang secara langsung atau analitik, seperti kutipan di
bawah ini :
“Aku sebenarnya datang ke sini
bukan untuk bertanya tentang kejadian malam itu, tapi aku hanya ingin
memastikan bahwa kamu tidak sedang bersedih saat ini ( Hapsari, 2005 : 48 ).
Pada kutipan di atas pengarang tampak secara
langsung menceritakan bahwa Bintang memendam kesedihannya itu sendiri, meskipun
ada orang yang bertanya kesedihahannya itu. Penokohan seperti itu termasuk
anlitik.
Pada halaman yang sama juga
ditampilkan penokohan Bintang secara langsung atau analitik, seperti pada
kutipan di bawah ini :
“Kenapa?” Tanya Bramasetya dengan penuh
semangat. Ada peristiwa besar yang tak bisa kuceritakan pada siapa pun. “
Peristiwa?” Bramasetya menatap wajah Bintanguntuk mendapatkan jawaban (
Hapsari, 2005 : 48 ).
Pada kutipan di atas pengarang tampak
secara langsung menceritakan bahwa Bintang menyembunyikan sesuatu yang tidak
semua orang mengetahuinya, dan yang tahu hanya dia dan Daniel. Penokohan
seperti itu disebut analitik.
Pada halaman lain
juga ditampilkan penokohan Bintang secara langsung atau analitik, seperti
kutipan berikut ini :
“Di balai- balai di taman belakang ,keduanya
tampak canggung, padahal malam itu begitu indah. Langit tampak ramai dihiasi
sinar bintang-bintang dalam berbagai ukuran ( Hapsari, 2005 : 109 ).
Pada kutipan diatas tampak pengarang secara
langsung menceritakan keadaan Bintang yang memilih untuk diam tanpa kata-kata
saat berduaan disebuah taman belakang rumahnya, penokohan seperti itu termasuk
analitik.
Pada
kutipan yang lain juga ditampilkan penokohan Bintang secara langsung atau
analitik, seperti kutipan di bawah ini :
“ Bintang bukan
orang bodoh. Dia merasa dari dulu Bramasetya memang menyimpan sesuatu. Bintang
mengenal Bramasetya sudah lama, sejak Abhin membawanya ke rumah dan
memperkenalkannya pada keluarga sebagai sahabatnya, sejak dia duduk di bangku
SMA ( Hapsari, 2005 : 116 ).
Pada kutipan di atas tampak pengarang secara
langsung menceritakan bahwa Bintang sudah mengetahui dari dulu kalau sebenarnya
Bramasetya mempunyai perasaan suka terhadap Bintang, penokohan seperti itu
disebut analitik.
Pada halaman yang lain juga ditampilkan
penokohan Bintang secara langsung atau analitik, seperti kutipan di bawah ini :
“Bintang terhentak
ke belakang tanpa sadar. Setelah pintu itu terbuka seseorang yang dia kenal
sedang berdiri tepat di depan. Dengan senyum yang memikat seperti empat tahun
yang lalu, Daniel, laki-laki itu memandangi wajah Bintang ( Hapsari, 2005 : 127
).
Pada kutipan di atas
pengarang tampak secara langsung menceritakan bahwa Bintang kaget akan
kedatangan Daniel kerumahnya, Penokohan seperti itu termasuk analitik.
Pada halaman yang sama juga ditampilkan
penokohan Bintang secara langsung atau analitik, seperti pada kutipan di bawah
ini :
“Tidak pernah ada
lagi waktu yang tepat buat kamu!” Tatapan mata Bintang masih belum lepas dari
arah Daniel. Padahal jauh di dalam hatinya beragam perasaan sedang berkecamuk
dan campuraduk. Antara takut, cemas, marah, semuanya jadi satu ( Hapsari, 2005
: 127 ).
Pada kutipan di atas pengarang tampak
secara langsung menceritakan bahwa perasaan Bintang sangatlah marah terhadap
Daniel, penokohan seprti itu disebut analitik.
Pada halaman yang lain juga ditampilkan penokohan Bintang secara
langsung atau analitik, seperti pada kutipan di bawah ini :
“Bin, maafkan aku.” Tiba-tiba
Daniel meraih tangan Bintang dan menggenggamnya. Secepat kilat Bintang langsung
melepaskan genggaman itu. Maaf, lebih baik kamu pulang saja dan jangan lagi datang
kerumah ini. Aku sudah berusaha untuk tidak pernah mengingat kamu lagi, Daniel
( Hapsari, 2005 : 128 ).
Pada kutipan di atas pengarang
tampak secara langsung menceritakan bahwa Bintang tidak bisa memaafkan Daniel
begitu saja. karena sejak Bintang masih bersama Daniel, Bintang sering di sakiti
perasaannya maupun fisiknya. Penokohan seperti itu termasuk analitik.
Pada halaman lain juga ditampilkan penokohan Bintang secara langsung
atau analitik, seperti pada kutipan di bawah ini ;
“Sangat cepat
tamparan keras mendarat di pipi Bintang. Bintang terkejut. Darahnya memuncak.
Tamparan itu membuatnya marah. Dia sudah bicara pelan dan memberi penjelasan
pada Daniel dengan baik-baik. Tapi Daniel tidak bisa menghargai semua itu (
Hapsari, 2005 : 130 ).
Pada
kutipan di atas terlihat pengarang secara langsung menceritakan keadaan Bintang yang kecewa
dengan sikap yang di lakukan Daniel terhadap Bintang, penokohan seeprti itu
disebut analitik.
Pada halaman yang sama juga
ditampilkan penokohan Bintang secara lagsung atau analitik, seperti kutipan di
bawah ini :
“Andai aku tahu waktu itu apa yang kuketahui
sekarang….” Kata Bintang dengan terbata-bata lalu menggigit bibirnya. Semua
sudah terjadi, tidak ada yang perlu disesali. “… Yang aku inginkan sekarang
adalah mendengarkan dengan teguh kata hatiku dengan teguh kata hatiku dengan
lebih sungguh-sungguh, sehingga hidup ini bisa kunikmati dan berhati-hati (
Hapsari, 2005 : 164 ).
Pada
kutipan di atas tampak pengarang secara langsung menceritakan tentang masa lalu
Bintang yang tidak perlu di kenang dan tidak harus disesali karena semua sudah
terjadi, penokohan seprti itu termasuk
analitik.
Pada halaman lain juga ditampilkan penokohan Bintang secara langsung
atau analitik, seperti pada kutipan di bawah ini :
“Kurasa
itulah yang memberimu sifat yang istimewa dan kekuatan batin yang luar biasa.
Yang mengagumkan dari dirimu adalah kenyataan bahwa kau bertekad menyingkirkan
rasa takut yang menghalangimu mencapai tujuan ( Hapsari, 2005 : 165 ).
Pada kutipan di atas tampak
pengarang secara langsung menceritakan bahwa Bintang mempunyai sifat yang kuat dalam menghadapi
masalah yang di alaminya, penokohan seperti itu termasuk analitik.
Pada halaman lain juga ditampilkan penokohan Bintang secara langsung
atau analitik, seperti kutipan di bawah ini :
“Tolong, tolong, tolong…!” Berkali-kali
bintang berteriak minta bantuan. Keputusan menurutnya terbaik dalam situasi
saat itu, demi keselamatan dirinya dan Bramasetya ( Hapsari, 2005 : 182 ).
Pada kutipan di atas terlihat
pengarang secara langsung menceritakan kepanikan Bintang yang melihat
Bramasetya sedang terluka akibat tusukan pisau dari Daniel sehingga dia memlih berteriak
minta bantuan. Penokohan seperti itu termasuk analitik.
2) Daniel
Penokohan
Daniel yang menggunakan cara langsung atau analitik, seperti kutipan di bawah
ini :
“Daniel menahan
rasa marah, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Konyol bila dia meneruskan aksi
permainannya. Sejak bintang memasuki ruangan di kafe itu, tanpa sengaja Daniel
telah memperhatikannya, tapi dia tak menyangka bila ternyata Bramasetya
menemani Bintang ( Hapsari, 2005 : 36 ).
Pada kutipan di atas tampak pengarang secara
langsung menceritakan keadaan Daniel yang marah melihat mantan kekasihnya
bersama laki-laki lain, penokohan seperti itu termasuk menggunakan analitik.
Pada halaman lain juga ditampilkan penokohan
cara langsung atau analitik, seperti pada kutipan di bawah ini :
“Senyum mengembang di bibir Daniel. Seharusnya
Bintang sadar bahwa saat ini Daniel sedang tidak bercanda,,,,,, ( Hapsari, 2005
: 70 ).
Pada kutipan di atas tampak pengarang
secara langsung menceritakan bahwa Daniel saat itu tidak lagi bergurau,dia
ingin berbicara serius dengan Bintang. Penokohan seperti itu termasuk
menggunakan analitik.
Pada halaman lain juga
ditampilkan penokohan Daniel secara langsung atau analitik, seperti pada
kutipan di bawah ini :
“Dimana, Bin?” Suara Daniel
langsung terdengar ketika Bintang memencet tanda yes di ponselnya. “Lagi makan
bakso di Kuning Gading. Laper sih… Mau nyusul kesini?” ( Hapsari, 2005 : 77 ).
Pada kutipan di atas tampak pengarang secara
langsung menceritakan berbincangan Daniel dengan Bintang melalui hp, penokohan
seperti itu termasuk analitik.
Pada
halaman sama juga ditampilkan penokohan Daniel secara langsung atau analitik,
seperti pada kutipan di bawah ini :
“Sebelum bakso Bintang
habis, Daniel telah datang. Sepertinya Daniel juga lapar, tanpa ditanya, dia langsung
memesan satu mangkuk bakso, lalu dia duduk di depan Bintang ( Hapsari, 2005 :
77 ).
Pada kutipan di atas tampak pengarang
secara langsung menceritakan Daniel yang sedang lapar langsung memesan bakso
tanpa harus di tanya Bintang terlebih dahulu, penokohan itu termasuk analitik.
Pada halaman lain juga ditampilkan
penokohan Daniel secara langsung atau analitik, seperti pada kutipan di bawah
ini :
“Pada saat itu Daniel berpindah
tempat duduk dan mendekat pada Bintang. Bin, coba tolong aku, apa kamu
mempunyai perasaan yang sama terhadapku, atau aku yang sudah sinting? Daniel
mengenggam tangan Bintang, sambil menatap matanya dengan penuh kedalaman makna
Tanya ( Hapsari, 2005 : 70 ).
Pada
kutipan di atas tampak pengarang secara langsung menceritakan bahwa Daniel
adalah seorang laki-laki yang memiliki naluri cinta yang sangat besar terhadap
Bintang, penokohan seperti itu menggunakan analitik.
Pada halaman lain juga ditampilkan penokohan
Daniel secara langsung atau analitik, seperti kutipan di bawah ini :
“Aku punya teropong bintang baru.
Sudah lama sekali aku ingin membelinya. Ayahku dulu pernah bilang bahwa bintang
di langit terlihat sangat kecil, tapi jangan pernah berpikir bahwa bintang itu
hanya benda kecil yang bersinar di atas sana itu. Coba kita rasakan
keberadaannya, kita nikmati sinarnya. Dan akan jadi lebih indah jika kita
melihatnya dengan teropong ( Hapsari, 2005 : 80 ).
Pada kutipan di atas pengarang tampak
secara langsung menceritakan sebuah bintang yang ada di langit bila di lihat
dengan mata terlihat sangat kecil, tetapi bila dilihat dengan alat teropong
bintang itu terlihat besar dan bersinar. Penokohan tersebut termasuk
menggunakan analitik.
Pada halaman yang sama juga
ditampilkan penokohan Daniel secara langsung atau analitik, seperti pada
kutipan di bawah ini :
“Dan aku ternyata menemukan
seseorang Bintang yang bersinar di hatiku, kata Daniel dengan lirih sambil
mengenggam tangan Bintang dengan sorot yang tajam ( Hapsari, 2005 : 80 ).
Pada kutipan di atas terlihat pengarang
secara langsung menceritakan bahwa Daniel telah menemukan seseorang yang telah
menyinari hatinya, Penokohan seperti itu termasuk menggunakan analitik.
Pada halaman lain juga ditampilkan
penokohan Daniel secara lagsung atau analitik, seperti kutipan berikut :
“Tiba-tiba Daniel berdiri dan mengguncang bahu
Bintang dengan keras. Matanya tampak memerah, menatap dengan marah ke arah
Bintang ( Hapsari, 2005 : 129 ).
Pada kutipan di atas terlihat pengarang secara
langsung menceritakan keadaan Daniel yang terlalu emosi didalam dirinya,
penokohan seperti itu termasuk menggunakan analitik.
Masih halaman
yang sama juga ditampilkan penokohan Daniel secara langsung atau analitik,
seperti kutipan di bawah ini :
“Tapi aku tidak mau jika kamu jadi
milik orang lain. Hanya aku yang berhak memiliki kamu, Bin…Hanya aku! Kamu
harus tahu itu ( Hapsari, 2005 : 129 ).
Pada kutipan di atas pengarang tampak secara
langsung menceritakan kemarahan Daniel yang tidak terima kalau Bintang menjadi
kekasih orang lain dan hanya Daniel seorang yang boleh memilikinya, penokohan
tersebut menggunakan analitik.
Pada
halaman lain juga ditampilkan penokohan Daniel secara langsung atau analitik,
seperti kutipan dibawah ini :
“Aku hanya ingin menujukan bahwa aku sayang
kamu!” “Tapi bukan seperti ini caranya… Orang sayang tidak pernah nyakitin!”
“Nyakitin kamu bilang? Ingat Bintang, betapa indahnya semua yang pernah kita
lakukan dulu. Buka matamu, apa pun akan aku lakukan demi kamu, Bintang (
Hapsari, 2005 : 131 ).
Pada kutipan di atas tampak pengarang secara langsung menceritakan tentang
masalah Daniel yang masih menyayangi Bintang, tetapi rasa sayang itu tidak
harus menyakiti orang yang kita sayangi. Penokohan tersebut termasuk analitik.
Pada halaman lain juga ditampilkan penokohan
Daniel secara langsung atau analitik, seperti
pada kutipan di bawah ini :
“Kamu penyebab semua masalah ini,
Bram. Bintang tak sepantasnya berdekatan dengan laki-laki seperti kamu! Daniel
berteriak sambil mengarahkan jari telunjuknya ke wajah Bramasetya ( Hapsari,
2005 : 132 ).
Pada kutipan di atas terlihat
pengarang secara langsung menceritakan betapa marahnya Daniel terhadap
Bramasetya, karena Daniel menganggap
Bramasetya penyebab masalah yang terjadi, penokohan itu termasuk analitik.
b. Dramatik ( Tidak
Langsung )
1) Bintang
Adapun penokohan Bintang
secara dramatik atau secara tidak langsung, dapat terlihat seperti pada kutipan
di bawah ini :
“Bintang geli
sendiri, melihat poloh teman-temannya itu. Bagi dia, kini tak ada laki-laki
yang patut dipuja selain Ayah dan Mas Abhinnya. Dua laki-laki yang di mata
Bintang sempurna dan selalu memberikan keindahan cinta ( Hapsari, 2005 : 15-16
).
Pada kutipan di atas tampak bahwa pengarang
secara tidak langsung menceritakan betapa senangnya Bintang mempunyai orang tua
dan kakak yang menyayanginya, penokohan seperti ini termasuk dramatik.
Pada halaman lain ditampilkan
penokohan Bintang secara dramatik atau secara tidak langsung, seperti yang
terlihat pada kutipan di bawah ini :
“Cewek yang di
kampus Bintang dikenal sebagai gadis cantik, anak gedongan, dan banyak
kesempurnaan pada dirinya, tapi tampil urakan. Tak sedikit laki-laki, saat
pertama melihatnya langsung tertarik, lalu berhenti sejenak, sekedar sekedar
menikmati wajahnya yang ayu ( Hapsari, 2005 : 16-17 ).
Pada kutipan di atas terlihat bahwa
pengarang secara tidak langsung menceritakan Bintang adalah wanita cantik dan
kaya tetapi dengan kekayaannya itu dia tidak sombong dan berpenampilan
sederhana, penokohan seperti ini termasuk dramatik.
Pada halaman yang sama juga
ditampilkan penokohan Bintang secara dramatik atau tidak langsung, seperti yang
terlihat pada kutipan di bawah ini :
“Ingatan Bintang
kembali melayang, ketika Krishna pernah mencoba mendekatinya, mencuri hatinya.
Jangan pernah berharap ada sedikit celah untuk laki-laki pengumbar nafsu
seperti dia, bisik Bintang dalam hati ( Hapsari, 2005 : 17 ).
Pada kutipan di atas tampak bahwa
pengarang secara tidak langsung menceritakan betapa cantiknya Bintang sehingga banyak
laki-laki yang menaruh perasaan suka terhadapnnya dirinya, penokohan seperti
ini termasuk dramatik.
Pada
halaman lain ditampilkan penokohan Bintang secara tidak langsung atau dramatik,
seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini :
“Tiba-tiba
Bintang tersungut-sungut sambil mengangkat kedua kakinya ke atas kursi,
menghindari gigitan nyamuk . Bintang tertawa tetawa sendiri ketika mengingat
Krishna membawa setumpuk barang-barang mewah yang diberikan kepadanya. Tapi
jangan pernah berharap saya menyentuh barang-barang itu, bisik Bintang dalam
hati ( Hapsari, 2005 : 18 ).
Pada kutipan di atas terlihat
pengarang secara tidak langsung menceritakan keadaan Bintang tentang hatinya
yang tidak bisa dibeli dengan setumpuk barang-barang mewah, penokohan seperti
ini termasuk analitik.
Pada kutipan lain juga ditampilkan penokohan
Bintang secara tidak langsung atau dramatik, seperti yang terlihat pada kutipan
di bawah ini :
“Hai! Penasihat
kita ternyata sedang cari inspirasi ya? Teriak luna dari belakang, membuyarkan
lamunan Bintang ( Hapsari, 2005 : 19 ).
Pada kutipan di atas tampak
pengarang secara tidak langsung menceritakan keadaan Bintang yang sedang membayangkan masa lalunya, penokohan seperti
ini termasuk analitik.
Pada halaman lain juga ditampilkan penokohan
Bintang secara tidak langsung atau dramatik, seperti yang terlihta pada kutipan
di bawah ini :
“Malam, mbak… Kok sendirian. Mbak-mbak yang
banyak tadi kemana? Melihat Bintang datang sendirian dengan wajah yang tampak
keruh membuat Pak Har penasaran ( Hapsari, 2005 : 39 ).
Pada kutipan di atas jelaslah
pengarang secara tidak langsung menceritakan keadaan Bintang yang lelah,
penokohan seperti ini termasuk dramatik.
Pada halaman lain juga ditampilkan
penokohan Bintang secara langsung atau dramatik, seperti kutipan di bawah ini :
“Tiba-tiba air mata Bintang menetes, lalu ia
membenamkan kepalanya di bantal sambil mengingat-ingat apayang pernah dilakukan
Daniel kepadanya. Dan Bintang tidak tahu, apa yang mesti dia lakukan ( Hapsari,
2005 : 41 ).
Pada kutipan di atas terlihat jelas pengarang
secara tidak langsung menceritakan betapa sedihnya Bintang saat mengingat akan
masa lalunya bersama Daniel, penokohan seperti ini termasuk dramatik.
Pada
halaman lain juga ditampilkan penokohan Bintang secara tidak langsung atau
dramatik, seperti pada kutipan di bawah ini :
“Bintang kembali membuka pengalaman
kelamnya bersama Daniel. Cintanya yang selama ini dia bangun dengan tulus,
tiba-tiba saja menguap cepat, setelah kejadian buruk menimpanya akibat ulah Daniel ( Hapsari, 2005
: 53 ).
Pada kutipan di atas pengarang
tampak tidak langsung menceritakan keadaan Bintang yang mempunyai suatu
pengalaman yang buruk bersama Daniel, penokohan seperti ini termasuk dramatik.
Pada halaman lain juga ditampilkan
penokohan Bintang secara tidak langsung atau dramatik, seperti pada kutipan
dibawah ini :
“Maaf mbak, di depan ada orang datang
bawa bunga. Minta ditandatangani, tapi saya takut kalau salah. Ibu baru di
kamar, Mas Abhin baru datang ( Hapsari, 2005 : 58 ).
Pada kutipan di atas terlihat
pengarang secara tidak langsung menceritakan betapa herannya terhadap orang
yang mengirim bunga, padahal dia tidak merasa memesan bunga, kutipan seperti
ini termasuk analitik.
2) Daniel
Adapun penokohan Daniel secara dramatik atau tidak
langsung, dapat dilihat pada kutipan di bawah ini :
“Aku rindu padamu saat
sedih….. Aku rindu padamu saat kesepian…. Tetapi aku paling merindukamu saat
aku sedang bahagia……” ( Hapsari, 2005 : 60 ).
Pada kutipan di atas tampak
pengarang tidak secara langsung menceritakan bahwa Daniel adalah lelaki yang
memiliki sifat sangat romantis terhadap seorang wanita, penokohan seperti ini
termasuk menggunakan dramatik.
Pada halaman lain ditampilkan
penokohan Daniel secara tidak langsung atau dramatik, seperti pada kutipan di
bawah ini :
“Apakah tak ada artinya bahwa aku mencintaimu?
Tanya Daniel. Maafkan aku, tiba-tiba tangannya menjulur ke pipi kiri Bintang,
menepis seuntai rambut dari mata Bintang. Bintang menunduk, menghindari
sentuhan itu. Rasanya memang tak semesra dulu ( Hapsari, 2005 : 157 ).
Pada
kutipan di atas terlihat jelas bahwa pengarang secara tidak langsung
menceritakan keadaan Daniel yang tidak mempunyai hati dan sangat kejam terhadap
wanita, penokohan seperti ini termasuk menggunakan dramatik.
Pada halam lain ditampilkan juga penokohan
Daniel secara tidak langsung atau dramatik, seperti pada kutipan di bawah ini :
“O… ternyata Nona cantik kita. Daniel
tersenyum licik sambil membawa gelas minuman yang isinya telah tumpah
seluruhnya ke baju Bintang ( Hapsari, 2005 : 34 ).
Pada kutipan di atas
tampak pengarang secara tidak langsung menceritakan betapa liciknya senyuman
seorang Daniel saat bertemu dengan mantan kekasihnya, kutipan tersebut termasuk
dramatik.
Pada kutipan lain juga ditampilkan
penokohan Daniel secara tidak langsung atau dramatik, seperti yang terlihat
pada kutipan di bawah ini :
“Atas
nama cinta, ternyata Daniel terlalu sering melakukan kekerasan pada Bintang.
Bukan hal mudah bagi Bintang untuk memahaminya, apalagi memaafkan, mesti Daniel
selalu datang kembali meminta maaf sambil tersenyum penuh cinta ( Hapsari, 2005
: 151 ).
Pada kutipan di atas terlihat jelas pengarang secara langsung
menceritakan perlakuan kasar terhadap kekasihnya yang dilakukan oleh Daniel,
namun dia merasa tidak ada kejadian yang pernah dilakukannya itu. Penokohan
seperti itu termasuk menggunakan dramatik.
Pada halaman lain juga
ditampilkan penokohan Daniel secara langsung atau dramatik, seperti kutipan
berikut ini :
“Tak perlu kata
maaf, karena tak ada penyesalan. Daniel tak kunjung berubah dari kelakuaanya
itu. Situasi yang membangkitkan Bintang untuk berani melawannya, berani
meninggalkannya. Tak akan pernah lagi ada kata rujuk untuk Daniel, tak pernah (
Hapsari, 2005 : 152 ).
Pada kutipan di atas tampak pengarang
secara tidak langsung menceritakan sikap Daniel yang tak kunjung berubah,
sering melakukan tindak kekerasan terhadap kekasihnya sehingga kekasihnya itu memilih
hubungannya di akhiri, penokohan seperti ini termasuk menggunakan dramatik.
Pada kutipan lain juga ditampilkan
penokohan Daniel secara tidak langsung atau dramatik, seperti pada kutipan di
bawah ini :
“Dan…, kamu adalah orang paling istimewa dalam
hidupku. Selama masa-masa sulit dan bahagia kamu selalu berada di sampingku,
mendampingiku dalam waktu yang tidak singkat ( Hapsari, 2005 : 153 ).
Pada kutipan di atas
terlihat jelas bahwa pengarang secara tidak langsung menceritakan keadaan
Daniel yang mengingatkan kekasihnya saat sulit dan bahagia dijalani bersama dalam
waktu yang lama.
Pada halaman lain juga ditampilkan penokohan
Daniel secara tidak langsung atau dramatik, seperti pada kutipan di bawah ini :
“Ada perlu apa ingin bertemu denganku? Daniel langsung membuka
pembicaraan setelah Bintang duduk nyaman di dalam mobilnya. Daniel tampak kecewa
karena saat itu Bintang datang tak sendirian, tapi bersama Bramastya ( Hapsari,
2005 : 174 ).
Dari kutipan di atas terlihat
jelas pengarang secara langsung
menceritakan betapa kecewanya Daniel melihat Bintang diantar oleh Bramasetya,
pada hal Daniel berharap Bintang datang sendirian. Penokohan seperti itu
termasuk dramatik.
Pada halaman lain juga ditampilkan
penokohan Daniel secara tidak langsung atau dramatik, seperti pada kutipan di
bawah ini :
“Tiba-tiba Daniel menarik tangan Bintang
dengan paksa dan menghempaskannya ke tempat duduk semula, lalu menciumi bibir
Bintang dengan bringas ( Hapsari, 2005 : 177 ).
Dari kutipan di atas terlihat jelas pengarang
secara langsung menceritakan bahwa Daniel telah menciumi bibir Bintang dengan
paksa, Penokohan seperti ini termasuk dramatik.
Pada halaman yang sama juga ditampilkan
penokohan Daniel secara tidak langsung atau dramatik, seperti yang terlihat
pada kutipan di bawah ini :
“Daniel
hentikan…kamu gila…apa yang ada dalam otak kamu sekarang? Tanpa sadar Bintang
menampar pipi Daniel. Tapi perlawanan itu tidak mematahkan emosi Daniel.
Seperti biasa, dia tampak dikuasai amarah, dan kini dia berbuat tidak senonoh
pada Bintang. Dengan kuat tangannya mencengkram bahu Bintang sambil berusaha
melumat kemolekan tubuh Bintang ( Hapsari, 2005 : 177 ).
Dari kutipan
di atas tampak pengarang secara tidak langsung menceritakan Daniel tanpa sadar
sedang melakukan perbuatan senonoh dan menikmati keindahan tubuh Bintang dengan
paksa sehingga Bintang mencoba melakukan perlawanan terhadap Daniel, penokohan
seperti itu termasuk menggunakan dramatik.
Pada halaman
lain juga ditampilkan penokohan Daniel secara tidak langsung atau dramatik, seperti
kutipan di bawah ini :
“Pada saat Bintang beranjak keluar dari mobil,
tiba-tiba terdengar suara Bramasetya menjerit kesakitan. Di depan matanya,
Bintang melihat Daniel menyerang Bramasetya dengan pukulan, menubruknya dan
lalu menyarangkan pisau ke bagian lambung. Belum sempat Bramasetya member
perlawanan, Daniel menyerangnya lagi bertubi-tubi ( Hapsari, 2005 : 178 ).
Dari kutipan di atas tampak pengarang secara
tidak langsung menceritakan kekerasan yang dilakukan Daniel terhadap Bramasetya
sehingga membuat Bramasetya terluka akibat tusukan pisau yang dilakukan Daniel,
penokohan seperti ini termasuk menggunakan dramatik.
Pada halaman
lain ditampilkan penokohan Daniel secara tidak langsung atau dramatik, seperti
pada kutipan di bawah ini :
“Jaga diri kamu baik-baik. Jangan lupa
berdoa….Bintang tampak tenang ketika mengucapkan kata itu di depan Daniel.
Daniel hanya mematri wajah Bintang, tetapi hal itu justru melukai jiwanya
sendiri ( Hapsari, 2005 : 188 ).
Dari kutipan di atas tampak pengarang secara
tidak langsung menceritakan bahwa Daniel mendapatkan pesan terakhir dari mantan
kekasihnya, karena hari demi hari akan di jalani Daniel di jeruji penjara.
Penokohan tersebut termasuk menggunakan dramatik.
Pada halaman lain juga ditampilkan
penokohan Daniel secara tidak langsung atau dramatik, seperti pada kutipan di
bawah ini :
“Daniel kini menghabiskan penyesalannya di
dalam penjara. Lima tahun bukanlah waktu yang singkat bagi dia untuk mencoba
berbenah. Dan setiap malam yang sunyi bayangannya Bintang selalu mengusik
pikirannya ( Hapsari, 2005 : 189 ).
Dari kutipan di atas terlihat
jelas pengarang secara tidak langsung menceritakan keadaan Daniel yang menyesal
akibat ulahnya yang mencoba membunuh Bramasetya, sehingga dia divonis lima
tahun penjara. Semua kenangan bersama
Bintang akan dikenang selalu dibalik jeruji penjara oleh Daniel. Penokohan
seperti ini termasuk menggunakan dramatik.
Pada halaman
lain juga ditampilkan penokohan Daniel secara tidak langsung atau dramatik,
seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini :
“Daniel percaya, Bintang akan
selalu ada di sana, di dalam hatinya, dan dalam kenangannya. Daniel menyeka air
matanya yang meleleh di pipinya, Dia menyesali dirinya sendiri ( Hapsari, 2005
: 189 ).
Dari kutipan di atas terlihat
jelas pengarang secara tidak langsung menceritakan keadaan Daniel yang
hari-harinya akan merindukan Bintang, Daniel pun menyesali semua perbuatannya
yang nyaris menghilangkan nyawa seseorang, penokohan tersebut termasuk
menggunakan dramatik.
3. Latar atau Setting Novel “Bintang Tertusuk
Cinta”
a. Latar Tempat
Latar
tempat dapat dilihat dari kejadian, seperti pada kutipan di bawah ini :
“Kafe itu telah
dipenuhi orang yang haus hiburan malam, mata Bintang meneliti ke setiap tempat duduk,
tapi tak ada yang kosong.Tiba-tiba ada yang menarik tangan Bintang dari belakang.
Tempat seperti ini bukanlah tempat yang sering ia datangi dan ia tidak pernah
berpikir akan ada orang yang mengenalnya di situ ( Hapsari, 2005 : 26 ).
Dari kutipan di atas terlihat jelas bahwa
Bintang sedang berada di dalam kafe, saat itu ia sedang mencari tempat duduk
tiba-tiba saja seseorang menarik tangannya, ia terkejut ada orang yang
mengenalnya dirinya kafe.
Latar tempat dapat dilihat dari kejadian, seperti pada kutipan di bawah
ini :
“Sesekali Bintang melirik teman sebangkunya
yang sedang iseng mengambar sebuah hati, sambil mendengar uraian dosen. Bintang
merasa kuliah pagi itu gelap sekali, padahal dia termasuk mahasiswa penikmat
kelas yang baru dengan dengan dosen yang enak ( Hapsari, 2005 : 46 ).
Dari kutipan di atas terlihat
jelas bahwa Bintang sebenarnya mahasiswa yang pandai dan rajin di kampusnya,
namun saat kejadian itu dia merasa tidak semangat dengan kuliahnya.
Pada halaman lain juga dijelaskan terdapat
latar tempat, seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini :
“Dingin dan indah
malam itu. Dan Bintang lebih senang menyendiri, termenung di beranda belakang
rumah, dari pada bergabung dengan teman-temannya ( Hapsari, 2005 : 15 ).
Dari
kutipan di atas terlihat jelas bahwa Bintang sedang termenung sendiri di sebuah
beranda belakang rumahnya.
Pada halaman lain juga dijelaskan terdapat
latar atau tempat, seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini :
“Nasi rames dan es
jeruk, Bu! Seampainya di kantin, Bintang langsung memesan menu kesukaannya ke
Bu Parmi, pelayan di kantin itu yang telah lama ia kenal ( Hapsri, 2005 : 65 ).
Dari kutipan di atas terlihat jelas bahwa Bintang
sedang makan di kantin kampus yang menjadi langganannya.
Pada
halaman lain juga dijelaskan terdapat latar atau tempat, seperti yang terlihat
pada kutipan di bawah ini :
“Di kantin itu Bintang terlihat masih
terbuai lamunan akan kisahnya bersama Daniel.
Cinta memang menimbulkan kepedihan. Cinta juga bisa menyembuhkan kepedihan dan
cinta itu sendiri adalah kepedihan ( Hapsari, 2005 : 73 ).
Dari kutipan di atas terlihat jelas bahwa
Bintang sedang berada di kantin termenung akan kesedihannya di karenakan oleh
sebuah cinta, perjalanannya tiada akhir.
Pada halaman lain juga dijelaskan terdapat
latar atau tempat, seperti kutipan berikut :
“Sesampai
di kompleks pertokoan Malioboro, dia meluncur ke arah Malioboro Mall dan
mencari tempat parker yang strategis. Kebetulan sore itu area parkir belum
penuh ( Hapsari, 2005 : 75 ).
Dari kutipan di atas terlihat
jelas Bahwa bintang sedang pergi ke sebuah Mall yang terletak di Malioboro yang
terkenal di Jogja.
Pada
halamn lain juga dijelaskan terdapat latar atau tempat, seperti seperti yang
terlihat pada kutipan di bawah :
“Di perempat lampu merah, dia
belok kekiri menuju jalan Mataram yang di sisinya banyak toko yang berjualan
oleh-oleh makanan khas Yogja. Lalu dia melewati bawah jembatan layang di daerah
Sungai Code, dan membelokan mobilnya ke kanan. Tepat di belakang Gereja Kota
Baru, ada Bakso Kuning Gading yang selama ini menjadi langganannya ( Hapsari,
2005 : 76 ).
Dari kutipan di atas terlihat
jelas Bahwa Bintang sedang menuju ke arah tempat jualan bakso yang selama ini
menjadi langganannya yang terletak tepat di belakang Gereja Kota Baru.
Pada halaman lain juga dijelaskan
terdapat latar atau tempat, seperti pada kutipan di bawah ini :
“Malam itu, di Kaliurang Bintang
menikmati indahnya kebersamaan bersama Daniel. Semuanya bagi Bintang terasa
sangat indah melihat bintang dari bola bumi yang sepi dari lalu lalang manusia,
membuat hati Bintang tenang ( Hapsari, 2005 : 81).
Dari kutipan di atas terlihat jelas suasana di
Kaliurang sangat romantis saat-saat bersama kekasih sambil menikmati bintang di
langit.
Pada halaman lain juga dijelaskan terdapat
latar atau tempat, seperti yang terdapat pada kutipan di bawah ini :
“Rumah
Fara tak terlalu jauh dari rumah Bintang. Pada hari itu, apa lagi saat sore dan
malam, di jalan-jalan di Yogja bisa macet, mirip di Jakarta. Membayangkan mobil
yang berjalan merambat saja telah bikin kaki pegal ( Hapsari, 2005 : 86 ).
Dari kutipan di atas terlihat
jelas bahwa jalan-jalan yang ada di Yogja kebanyakan pada macet, sama dengan di
Jakarta.
Pada halaman lain juga dijelaskan
terdapat latar atau tempat, seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini :
“Setiap minggu keluarganya
memang berolahraga di kompleks UGM. Setelah itu biasanya mereka makan bubur
ayam atau lontong opor di kompleks Bunderan UGM ( Hapsari, 2005 : 123-124 ).
Dari kutipan di atas terlihat jelas bahwa setiap hari minggu pagi keluaga
Bintang sering melakukan kegiatan olah raga di komplek UGM, setelah itu
merekapun makan bersama di Bundaran UGM.
Pada halaman lain juga dijelaskan terdapat latar atau tempat, seperti
pada kutipan di bawah ini :
“Berjam-jam di rumah sakit dan
melihat luna sudah tenang, Bin tang memutuskan untuk pulang lebih awal. Dia
sedikit heran kenapa Daniel tidak mencoba menghubunginya. Sore telah tiba dan
Bintang pun tetap tidak tahu di mana Daniel berada ( Hapsari, 2005 : 148 ).
Dari kutipan di atas terlihat jelas Bintang saat itu sedang menemani
temannya di rumah sakit, padahal saat itu juga Bintang sedang ada janji sama
kekasihnya.
Pada halaman lain juga dijelaskan terdapat latar atau tempat, seperti
yang terlihat pada kutipan di bawah ini :
“Malam itu mereka sedang makan
di restoran baru, suasana restoran itu memang nyaman, terlindung dari
hingar-hingar Yogja. Aroma masakan yang baru saja di sajikan pelayan tak mampu
mengusik asyiknya obrolan mereka ( Hapsari, 2005 : 162).
Dari kutipan di atas terlihat
jelas betapa nyamannya suasana restoran yang mereka datangi itu membuat Bintang
bahagia.
Pada halaman lain juga dijelaskan
terdapat latar atau tempat, seperti pada kutipan di bawah ini :
“Siang itu Bintang sedang
menjenguk Daniel di rutan. Daniel divonis 5 tahun penjara, karena dengan
sengaja terbukti melakukan usaha pembunuhan ( Hapsari, 2005 : 188 ).
Dari kutipan di atas tampak jelas
bahwa Daniel mencoba dengan sengaja melakukan usaha pembunuhan dan akhirnya
divonis lima tahun penjara, dari peristiwa itu jadi peringatan yang baik bagi
Daniel untuk belajar bagaimana selayaknya menjalini hidup.
b. Latar Waktu
Latar waktu dapat dilihat dari
waktu kejadian, seperti kutipan di bawah ini :
“Cewek-cewek itu, saling sorak
di dalam kamar, membicarakan laki-laki yang mereka puja. Suaranya keras dan
melengking, terdengar sampai di luar kamar mengusik dingin malam ( Hapsari,
2005 : 15 ).
Dari kutipan di atas terlihat jelas
teriakan teman-teman Bintang yang lagi membicarakan seseorang yang mereka puja,
sehingga membuat suara mengusik dingin malam itu.
Pada halaman lain juga dijelaskan
terdapat latar waktu, seperti kutipan di bawah ini :
“malam-malam begini, lebih enak
kalau kita bobo dan mimpi indah… Bintang merebahkan diri di tempat tidur sambil
memeluk boneka piggy ( Hapsari, 2005 : 22 ).
Dari kutipan di atas terlihat jelas bahwa jam
malam Bintang memilih tidur di rumah dari pada keluar jalan-jalan ke kafe.
Pada
halaman lain juga dijelaskan terdapat latar waktu, seperti yang terlihat pada
kutipan di bawah ini :
“Mereka menyerah, tak mampu membujuk Bintang,
mau keluar rumah lebih lama. Tapi kesedihan Bintang malam itu, prestasi luar
biasa bagi mereka Bintang mau keluar rumah di atas jam 21.00 ( Hapsari, 2005 :
24 ).
Dari kutipan di atas terlihat jelas betapa
kecewanya teman-temannya yang tidak bisa membujuk Bintang untuk di ajak
jalan-jalan, tetapi Bintang merasa kasihan melihat teman-temannya sehingga
Bintang akhirnya mau keluar tapi sekitar jam Sembilan malam.
Pada halam lain juga dijelaskan terdapat latar
waktu, seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini :
“Dia masih ingat dengan jelas semua kejadian
itu. Dua tahun lalu, sejak peristiwa pilu itu, Bintang selalu berharap bahwa
dia tak akan pernah lagi bertemu dengan Daniel, mantan kekasihnya itu ( Hapsari,
2005 : 45 ).
Dari kutipan di atas terlihat
jelas bahwa selama dua tahun Bintang menjalani hubungan bersama Daniel, namun
selama dua tahun itu Bintang merasa dirinya tidak pernah bahagia karena
kekasihnya itu sering melakukan kekerasan terhadap Bintang dan dia berharap
tidak bertemu dengan mantan kekasihnya lagi.
Pada halaman lain juga dijelaskan terdapat latar waktu, seperti yang
terdapat pada kutipan di bawah ini :
“Siang
itu di rumahnya masih tampak sepi, hanya ada ibunya dan Abhin. Ayahnya tidak
tampak. Sebagai wiraswastawan, dia tak terpaku dengan jam kerja yang
mengharuskannya datang di kantor tepat pukul 08.00 dan pulang pukul 16.00 (
Hapsari, 2005 : 54 ).
Dari kutipan di atas terlihat jelas bahwa
ayahnya Bintang adalah seorang wiraswastawan yang disiplin waktu.
Pada halaman lain juga dijelaskan
terdapat latar waktu, seperti yang terdapat pada kutipan di bawah ini :
“Lebih setengah
jam Bintang duduk di kantin tanpa sadar bahwa suasana telah sepi. Kebisingan
tak ada lagi di sekitarnya. Bintang melihat jam di tangannya, memastikan bahwa masih
ada waktu untuk masuk kelas berikutnya ( Hapsari, 2005 : 85 ).
Dari kutipan di atas terlihat
jelas keadaan Bintang yang terlamaun akan masa lalu bersama kekasihnya, dia lebih
setengah jam melamun di kantin kampus.
Pada
halaman lain juga dijelaskan terdapat latar waktu, seperti pada kutipan di
bawah ini :
“Waktu menunjukan pukul Sembilan
pagi Bintang ingin santai sebentar di teras depan bersama ibunya, setiap sabtu
ibunya sibuk dengan tanamannya di taman depan, tapi pagi itu, dia tak menemukan
ibunya di taman ( Hapsari, 2005 : 88 ).
Pada
kutipan di atas terlihat jelas setiap hari sabtu pukul Sembilan pagi ibunya
terbiasa sibuk dengan tanamannya, tapi dia herannya ibunya tidak ada di taman.
c.
Latar sosial
Latar sosial dapat dilihat dari
kehidupan sehari-hari tokoh, seperti kutipan berikut ini :
“Cewek yang di kampus Bintang dikenal sebagai
gadis cantik, anak gedongan, dan banyak kesempurnaan lain yang melekat pada
dirinya, tapi tampil urakan. Tak sedikit laki-laki, saat pertama melihatnya
langsung tertarik, lalu berhenti sejenak sekedar menikmati wajahnya yang ayu (
Hapsari, 2005 : 16-17 ).
Dari kutipan di atas terlihat jelas bahwa
Bintang adalah anak orang kaya dan memliki kecantikan sehingga banyak laki-laki
yang ingin menjadi kekasihnya.
Latar sosial dapat dilihat dari kehidupan
sehari-hari tokoh, seperti pada kutipan di bawah ini :
“Cit… Bintang mendadak
menghentikan mobilnya sampai suara decit ban terdengar sangat keras. Ini anak
kalau ngomong ngga pernah dipikir. Bintang marah-marah dalam hati, untung di
depan mobilnya tidak ada kendaraan lain ( Hapsari, 2005 : 52 ).
Pada kutipan di atas terlihat jelas
kehidupan social Bintang termasuk golongan menengah keatas dibuktikan mobil
yang mewah dibawanya.
Pada halaman lain latar sosial dapat dilihat
dari kehidupan sehari-hari tokoh,seperti pada kutipan di bawah ini :
“Sesampai di
kompleks pertokoan Malioboro, dia meluncur kearah Malioboro Mall dan mencari
tempat parkir yang strategis (Hapsari, 2005 : 75 ).
Dari kutipan di atas terlihat jelas kehidupan Bintang
termasuk golongan menengah keatas dibuktikan dengan setiap hari Bintang
jalan-jalan disebuah Mall yang terkenal di Yogja.
Pada halaman lain juga terlihat latar sosial dari
kehidupan sehari-hari tokoh, seperti pada kutipan di bawah ini :
“Kado
yang telah disiapkan Bintang untuk Tante Siska juga tak lupa di bawa. Bintang
menjatuhkan pilihannya pada sebuah kalung dengan rantai kecil terbuat dari emas
putih dipadu dengan liontin bulat dengan hiasan mata warna biru, benar-benar
tampak indah ( Hapsari, 2005 : 91 ).
Dari kutipan di atas terlihat
jelas bahwa Bintang memberikan sebuah kado yang mahal berupa kalung dengan
rantai kecil terbuat dari emas putih, ini membuktikan kehidupan Bintang
termasuk golongan menengah keatas.
Pada halaman lain terdapat pula latar
sosial dari kehidupan sehari-hari tokoh, seperti yang terlihat pada kutipan di
bawah ini :
“Malam itu mereka sedang makan
di restoran baru. Suasana restoran malam itu memang nyaman, terlindung dari
hingar-bingar malam kota Yogja ( Hapsari, 2005 : 162 )
Dari
kutipan di atas terlihat jelas mereka sedang makan di restoran yang cukup
terkenal itu, ini membuktikan mereka termasuk golongan mengah keatas.
Pada
halaman lain terdapat latar social dari kehidupan sehari-hari tokoh, seperti
kutipan di bawah ini :
“Maklum Daniel sedang sibuk dengan ujian di
kampus yang satunya. Daniel memang kuliah di dua kampus. Di kampus Bintang dan
di Universitas Negeri yang terkenal dengan mutu yang sangat bagus di Yogja (
Hapsari, 2005 : 77 ).
Dari kutipan di atas terlihat jelas bahwa
Daniel kuliah di dua kampus yang terkenal dan termahal di Yogja.
B. Romantisisme
Novel “Bintang Tertusuk Cinta”
Tokoh utama Novel Bintang Tertusuk Cinta adalah Bintang
dan Daniel. Melalui tokoh tersebut, titik focus permasalahan aspek-aspek
romantisisme novel dianalisis. Adapun media romantisisme novel, antara lain
dapat di telusuri melalui perasaan, pikiran dan tindakan spontanitas pelaku
yang berkaitan dengan tokoh-tokoh utama tersebut. Aspek-aspek romantisisme itu
adalah sebagai berikut :
1. Aspek Percintaan
Perjalanan romantisisme Bintang dapat dikaji melalui hal-hal atau
seluk beluk yang berhubungan dengan berkasih-kasihan antara dirinya denagan
kekasihnya Daniel, cerita yang digunakan perasaan yang timbul dari percintaan
itu sendiri, seperti perasaan cinta keharmonisan ( kemesraan ), mengasyikkan
atau menyenangkan, kerisauan atau perasaan sedih serta perasaan-perasaan
lainnya.
Awal-awal keromantisan atau keharmonisan
tersebut, dapat di lihat dari kutipan-kutipan di bawah ini :
“Bintang tidak
sadar bahwa ungkapan itu bagi Daniel belum sejujurnya, belum cukup. Hati Daniel
serasa akan pecah. Apa yang harus dia lakukan? Daniel merasa dia harus membuat
pilihan, bisa menjadi teman atau tidak sama sekali. Bintang mungkin mencintai
Daniel, tapi tidak dengan cara itu ( Hapsari, 2005 : 67 ).
Dari kutipan di atas tampak Bintang terlihat
heran sosok Daniel yang mengungkapkan perasaannya tapi Bintang merasa kalau
hubungan sahabat harus berubah menjadi seorang kekasih, itulah awal dari cinta
Bintang kepada Daniel.
Pada halaman lain juga ditunjukan kegelisahan
hati Bintang saat melihat Daniel, seperti kutipan di bawah ini :
“Dari awal Daniel sudah siap
jika cintanya tidak disambut oleh Bintang. Tapi yakin apakah dirinya telah siap
kehilangan Bintang yang sangat ia sayangi itu. Daniel tidak mungkin terus-menerus
memendam perasaannya itu ( Hapsari, 2005 : 67-68 ).
Dari kutipan di atas terlihat jelas
bahwa Bintang merasakan kegelisahan hatinya saat Daniel mengungkapkan
perasaannya kepada Bintang.
Pada halaman lain juga ditunjukan kegelisahan
hati Bintang saat melihat Daniel, seperti kutipan di bawah ini :
“Aku tidak tahu harus bagaimana….Bintang
menatap Daniel, kontak mata yang pertama di antara mereka dalam waktu yang lama
( Hapsari, 2005 : 70 ).
Dari kutipan di atas terlihat
jelas bahwa kedua mata mereka saling menatap dan rasa saling menyukai mulia
tumbuh dalam diri mereka.
Pada halaman lain juga
ditunjukan kemesraan, seperti kutipan di bawah ini :
“mestinya Bintang berbuat
sesuatu. Daniel membasahi bibirnya. Wajahnya semakin dekat, dan Daniel mencium
Bintang perlahan-lahan lembut dan manis ( Hapsari, 2005 : 73 ).
Dari kutipan di
atas terlihat jelas kemesraan yang dialami mereka bersama kekasihnya dengan
mencium bibir Bintang.
Pada
halaman lain juga ditunjukan Bintang dan Daniel menyukai hal-hal yang sama,
seperti kutipan di bawah ini :
“Mereka
menyukai hal-hal yang sama. Dan merekapun melakukan semuanya bersama-sama.
Daniel telah membuat hidup Bintang merasa cantik, begitu juga sebaliknya (
Hapsari, 2005 : 74 ).
Dari
kutipan di atas sangat jelas bahwa mereka berdua mempunyai kesukaan-kesukaan yang
sama, sehingga membuat Bintang terasa sangat bahagia bersama dengan kekasihnya,
Daniel.
Pada halaman lain juga ditampilkan kemesraan,
yang terlihat pada kutipan di bawah ini :
“Bintang yang di atas dong, sayang…. Daniel
memegang tangan Bintang. Tapi Bintang semakin bingung. Buat apa Daniel
mengajaknya untuk melihat bintang? ( Hapsari, 2005 : 79 ).
Dari kutipan di atas terlihat
jelas kemesraan yang dialami Bintang dan Daniel ketika melihat bintang di atas
langit.
Pada halaman lain ditampilkan kemesraan,
seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini :
“Malam itu, di Kaliurang
Bintang menikmati indahnya kebersamaan bersama Daniel. Semuanya bagi Bintang
terasa sangat indah, melihat bintang dari bola bumi yang sepi dari lalu-lalang
manusia, membuat hati Bintang tenang. Keindahan yang baginya tidak terbayarkan
oleh apa pun ( Hapsari, 2005 : 81 ).
Dari
kutipan di atas terlihat jelas kebersamaan mereka sangat indah saat udara dingin
di kaliurang itu membuat hati Bintang terasa senang, seakan dunia milik mereka
berdua.
Pada halaman lain juga ditampilkan kemesraan,
seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini :
“Dan aku ternyata menemukan seorang Bintang yang
bersinar di hatiku, kata Daniel dengan lirih sambil mengenggam tangan Bintang dengan
sorot mata yang tajam ( Hapsari, 2005 : 80 ).
Pada kutipan di atas terlihat
jelas bahwa Daniel menemukan sebuah bintang yang menyinari hatinya yang tak
lain adalah kekasihnya.
Pada halaman lain dijelaskan bahwa Daniel dan
Bintang saling berciuman, terlihat pada
kutipan di bawah ini :
“Boleh aku menciummu? Tanya Daniel dengan
manis. Bintang ternganga, lalu cepat-cepat menutup mulutnya, menyadari bahwa
ekspresi seperti itu bukanlah ekspresi yang tepat untuk di perlihatkan. Bintang
sedikit agak berkeringat. Lebih parah lagi, tangan Daniel dari tadi belum lepas
dari tangan Bintang ( Hapsari, 2005 : 72 ).
Dari kutipan di atas terlihat
jelas Daniel memegang tangan Bintang mereka pun saling berciuman dan terlihat
mesra.
Pada halaman lain tampak Bintang mendapat
perhatian dari kekasihnya, seperti yang terlihat pada kutipan berikut ini :
“Bintang tahu, Daniel selalu saja
khawatir jika dirinya pergi sendirian. Tapi untuk memutuskan pergi malam hari
setelah Daniel pulang kuliah rasanya bukan keputusan yang tepat. Jalanan di
Malioboro akan bertambah padat ( Hapsari, 2005 : 78 ).
Dari kutipan di atas tampak Daniel
selalu khawatir terhadap kekasihnya yang bepergian sendiri, karena Daniel takut
akan keselamatan Bintang.
Pada halaman lain juga dijelaskan
bahwa Daniel dan Bintang saling berdekatan, seperti yang terlihat pada kutipan
di bawah ini :
“Posisi Daniel begitu dekat dengan Bintang.
Wajah Daniel terlalu dekat dengan wajah Bintang. Dan Daniel tidak tersenyum
lagi ( Hapsari, 2005 : 73 ).
Dari kutipan di atas terlihat
jelas mereka berdua akan melakukan sebuah ciuman karena wajah Daniel begitu
dekat dengan wajah bintang.
2. Aspek Ekspresi
Aspek ekspresi romantisisme
dalam novel Bintang Tertusuk Cinta beraneka
ragam bentuknya. Hal ini dapat dilihat pada unit-unit ekspresi yang ditampilkan
dalam cerita sebagai mediasi. Unit-unit ekspresi tersebut di antaranya sebagai
berikut :
a. Ekspresi suka lawan duka
Kebahagian dan kegundahan Bintang
tak dapat terbayangkan lagi karena Bintang telah mendapatkan perlakuan kasar
dari Daniel, seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini :
“Daniel membasahi bibirnya,
wajahnya semakin dekat. Sekarang wajahnya sudah dekat sekali dengan wajah
Bintang, dan Daniel mencium Bintang. Perlahan, lembut, dan manis. Sembari
menghentikan ciumannya, Daniel mengangkat wajah Bintang, kedua mata hitamnya
berbinar-binar dan Daniel tersenyum ( Hapsari, 2005 : 73 ).
“Dengar ya… tidak akan ada laki-laki yang mau
menerima kamu dalam keadaan utuh lagi sebagai perempuan. Jadi, jangan pernah
berani macam-macam denganku. Teriak Daniel di telinga Bintang sambil menarik
rambutnya ( Hapsari, 2005 : 146 ).
Pada kutipan di atas tampak bahwa
Bintang sedang dicium oleh kekasihnya yang tak lain adalah Daniel. Namun di
lain waktu, Bintang mendapatkan
ancaman yang dilakukan oleh Daniel, dan apa bila Bintang berani berbuat
macam-macam dengannya maka dia akan meninggalkannya. Dalam konteks ini terdapat
mediasi yang di pertentangkan Bintang suka dan bahagia saat kekasihnya itu
mencium bibirnya, akan tetapi juga merasakan duka karena Daniel sering kali
melakukan kekerasan terhadap dirinya. Ekspresi romantisisme seperti ini
merupakan ekspresi suka lawan duka.
Pada halaman lain juga terdapat
ekspresi suka lawan duka, seperti pada kutipan di bawah ini :
“Malam itu di kaliurang Bintang
menikmati indahnya kebersamaan bersama Daniel. Semuanya bagi Bintang terasa
sangat indah. Melihat bintang dari bola bumi yang sepi dari lalu lalang manusia,
membuat hati Bintang tenang. Keindahan yang baginya tidak terbayarkan oleh apa
pun ( Hapsari, 2005 : 81 ).
“Peristiwa itu selalu
terngiang dalam pikiran Bintang dan tak akan pernah dia lakukan. Dalam situasi
keterhinaan itu, sebenarnya Bintang ingin melawan, tapi dia terlalu lemah
menghadapi kekaran tubuh Daniel. Bintang hanya bisa menangis ( Hapsari, 2005 :
147 ).
Pada kutipan di atas terlihat jelas bahwa Bintang sangat bahagia dapat
berduaan bersama kekasihnya di Kaliurang sambil melihat bintang diatas langit ,
namun Bintang sangat sedih dan kecewa yang begitu dalam karena kekasihnya itu
telah berubah jadi sensitif dan mudah marah, Ekspresi romantisisme seperti ini
merupakan ekspresi suka lawan duka.
Pada halaman lain juga terdapat ekspresi suka lawan duka, seperti pada
kutipan di bawah ini :
“Daniel adalah cinta
kedua Bintang. Dia pemuda yang baik hati, jujur, dan pintar. Sudah lama Bintang
mengenal Daniel, bahkan semakin Bintang memikirkannya, semakin banyak alasan
yang dapat dikemukakan mengapa dirinya bisa jatuh cinta padanya. Kebersamaan
mereka selama dua tahun membuat keduanya mampu menilai karakter masing-masing (
Hapsari, 2005 : 69 ).
“Di dalam mobil, air
mata Bintang mengalir semakin deras membasahi pipinya. Dinding kebisuan dan
rasa marah pada Daniel yang dari tadi ditahannya runtuh juga. Untuk kali
pertama, duka dan air mata Bintang mengandung arti. Duka karena dia disakiti
oleh orang yang selama ini dicintainya ( Hapsari, 2005 : 150-151 ).
Pada kutipan di atas terlihat jelas
bahwa Bintang terlihat bangga dengan sifat yang dimliki kekasihnya itu,
tetapi Bintang sangat sedih karena dirinya telah mendapatkan kekerasan yang
dilakukan kekasihnya, Bintang suka akan tetapi merasa duka karena kemesraan
yang selama ini mereka bina telah menghilang ditelan waktu. Ekspresi
romantisisme seperti ini merupakan ekspresi suka lawan duka.
Pada halaman lain juga terdapat
ekspresi suka lawan duka, seperti pada kutipan di bawah ini :
“Berlahan lembut
dan manis, perlahan menghentikan ciumannya. Daniel mengangkat wajah Bintang ,
kamu cantik Bin. Bintang memandangi wajah Daniel, tertegun, dengan senyum bodoh
di bibir. Bintang merasa bingung. Entahlah, apa dia sekarang telah melewati
tahap pertama dalam cinta atau baru memulai proses ( Hapsari, 2005 : 73 ).
Pada kutipan di atas terlihat
jelas bahwa Bintang merasakan kemesraan dengan kekasihnya, Daniel. Namun
Bintang merasa duka karena ciuman itu begitu cepat padahal mereka baru saja
menjalin sebuah percintaan, Ekspresi seperti ini termasuk ekspresi suka lawan
duka.
Pada halaman lain juga terdapat
ekspresi suka lawan duka, seperti pada kutipan di bawah ini :
“Bintang sadar kisah kasih
sayangnya dengan Daniel lebih disebabkan oleh pengaruh suasana hatinya yang
merindukan akan laki-laki pendamping hidup ( Hapsari, 2005 : 39 ).
Dari kutipan di atas terlihat
jelas bahwa Bintang merasa suka karena
bersama Daniel, Bintang dapat berbagi cinta, waktu, dan perhatian terhadap dirinya saat bersama kekasihnya itu
dan meninggalkan penuh kenangan yang
tidak bisa dia lupakan oleh Bintang, namun dia merasa duka karena Daniel telah
megecewakan Bintang. Ekspresi romantisisme seperti ini merupakan ekspresi suka
lawan duka.
Pada halaman lain juga
terdapat ekspresi suka lawan duka, seperti pada kutipan di bawah ini :
“Cintanya yang
selama ini dia bangun dengan tulus, tiba-tiba menguap cepat, setelah kejadian
buruk yang menimpanya akibat ulah Daniel.
Daniel, hentikan… kamu sudah gila... apa yang ada dalam otak kamu
sekarang? Tanpa sadar Bintang menampar pipi Daniel. Tapi perlawanannya itu
tidak mematahkan emosi Daniel. Daniel semakin tidak bisa mengendalikan emosi.
Seperti biasa, dia tampak telah dikuasai amarah, dan kini dia berbuat tidak
senonoh pada Bintang ( Hapsari, 2005 : 177 ).
Dari kutipan di atas terlihat
jelas bahwa hubungan asmara antara Bintang dengan Daniel saat itu sangat indah
tetapi Bintang tak pernah berfikir tentang segala akibat yang akan terjadi pada
dirinya. Daniel dimabukkan oleh api asmara, dan Daniel dengan paksa menciumi
bibir Bintang. Bintang merasa suka hubungannya saat itu sangat harmonis, namun
Bintang merasa duka atas perlakuan Daniel yang tidak senonoh terhadap Bintang.
Ekspresi seperti ini merupakan ekspresi suka lawan duka.
Dari beberapa kutipan di atas
jelaslah bahwa pada novel ini terdapat ekspresi yang menjadi mediasi
romantisisme ekspresi, yaitu unit ekspresi suka lawan duka.
b. Ekspresi dunia ideal melawan dunia
nyata
Idealnya seorang laki-laki akan
merasa bahagia, senang dan damai bila bersama-sama terus dengan kekasihnya,
seperti kutipan di bawah ini :
“Malam itu, di
Kaliurang Bintang menikmati indahnya kebersamaan bersama Daniel. Semuanya bagi
Bintang terasa sangat indah. Melihat bintang dari bola bumi yang sepi dari
lalu-lalang manusia, membuat hati Bintang tenang. Keindahan yang baginya tidak
terbayarkan oleh apa pun ( Hapsari, 2005 : 81 ).
Pada kutipan di atas tampak
idealnya laki-laki yang merasa bahagia bisa bersama kekasihnya melihat bintang
dari muka bumi yang sepi dari lalu-lalang manusia, hati Bintang waktu itu
sangat bahagia seakan-akan dunia milik mereka berdua. Ini menunjukan adanya
unit ekspresi yang menjadi media romantisisme novel ini, yaitu dunia ideal
lawan dunia nyata.
Pada halaman lain juga
ditunjukan ekspresi dunia ideal lawan dunia nyata idealnya seorang laki-laki
yang dulunya tampil selalu manis dan lembut, tiba-tiba berubah arah, seperti
pada kutipan di bawah ini :
“Tapi semua bayangan indah itu menguap setelah
hubungannya dengan Daniel menapaki usia setahun, Bintang menemui hal-hal aneh
pada diri Daniel. Bukan karena ada orang lain mengganggu rajutan cinta yang
mereka bangun, tapi Daniel yang Dulu selalu tampil manis dan lembut, tiba-tiba
berubah arah menjadi laki-laki sensitif dan mudah marah ( Hapsari, 2005 : 146
).
Pada kutipan di atas tampak
idealnya laki-laki yang dulunya sangat penyayang terhadap kekasihnya tetapi
secara tiba-tiba berubah menjadi orang pemarah. Ini menunjukan adanya unit
ekspresi yang menjadi media romantisisme novel ini, yaitu dunia ideal lawan
dunia nyata.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uaraian diatas dapat di
simpulkan sebagai berikut : Romantisisme dalam novel Bintang Tertusuk Cinta karya Reni Hapsari merupakan pertaruhan
romantik sebagai tanda suatu faset idealisasi yang merekam humanisasi cinta dan
takdir sebagai pusat tema.
Romantisisme dalam novel Bintang
Tertusuk Cinta karya Reni Hapsari adalah romantisisme yang menceritakan
tentang perjalanan asmara antara Bintang dengan Daniel. Daniel bukanlah
laki-laki pertama yang singgah di hati Bintang. Tetapi hanya bersama Daniel,
Bintang bisa berbagi cinta, waktu, tenaga, dan perhatian. Tapi, bersama Daniel
pula, Bintang mengalami keterpelesetan. Satu hal yang dia jaga dalam hidupnya,
kehormatan sebagai perempuan dia berikan kepadanya. Bagi Bintang cinta bisa
mewujud ketika sebuah hubungan menuntun mengenali dirinya sendiri, menuntun ke
tempat yang takkan pernah dengan rela dia kunjungi. Demi cinta pula, dia rela
melakukan apa saja. Atas nama cinta pula, dia berikan keperawanannya pada
Daniel.
Romantisisme dalam novel Bintang Tertusuk Cinta karya Reni
Hapsari dapat dibedakan menjadi dua aspek
yaitu aspek percintaan dan aspek ekspresi. Aspek percintaan dapat
dilihat dari tokoh utama novel Bintang
Tertusuk Cinta adalah Bintang dan Daniel. Perjalanan romantisisme
percintaan Bintang dapat dikaji melalui hal-hal atau seluk beluk yng
berhubungan dengan berkasih-kasihan antara dirinya dan kekasihnya, Daniel.
Seperti perasaan cinta keharmonisan, kemesraan, perasaa sedih serta
perasaan-perasaan lainnya. Aspek ekspresi dapat dilihat dari suka lawan duka
pada novel Bintang Tertusuk Cinta,
Bintang bahagia bisa bertemu Daniel sosok lelaki yang hampir dua tahun mengisi
hatinya, yang selalu tampil manis, lembut dan banyak memberikan kasih sayang.
Namun Bintang merasa duka karena kasih sayangnya telah berubah arah dan menjadi
laki-laki yang sensitif dan mudah marah.
B. Saran
Setelah dipahami dan dianalisis
Novel Bintang Tertusuk Cinta karya
Reni Hapsari dapat disajikan sebagai berikut :
1. Diharapkan pembaca dan pecinta sastra, jika membaca Novel Bintang Tertusuk Cinta karya Reni
Hapsari hendaknya dilakukan untuk menambah pengalaman dan dapat menangkap peran
yang ingin disampaikan pengarang melalui karya satranya.
2. Diharapkan para guru, khususnya pengajar sastra agar membiarkan
siswanya melakukan apresiasi karya sastra sehingga para siswa dapat menikmati
dan mengambil hikmah atau pesan yang tersirat dalam karya sastra.
3. Agar dalam apresiasi karya sastra tidak tertinggal, diharapkan para
guru dan peneliti senantiasa mengikuti perkembangan sastra yang berkembang
sangat pesat.
4. Apabila membaca novel sebaiknya membaca sampai selesai, sehingga tidak
menimbulkan salah penafsiran.
DAFTAR PUSAKA
Anwar, Desy.
2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.
Surabaya : AMELIA
Aminuddin, 2008. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung : Sinar
Baru Algensindo offset Bandung
Baribin, Raminah. 1985. Teori dan Apresiasi Prosa Fiksi. Semarang : IKIP Semarang Press.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta
: MedPress.
Faruk, 1995. Perlawanan Tak Kunjung Usai. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hapsari, Reni. 2005. Bintang Tertusuk Cinta. Yogyakarta :
Galang Press.
Harjito, 2007. Melek Sastra. Semarang : IKIP PGRI Press.
Noor, Redyanto. 2005. Pengantar
Pengkajian Sastra. Semarang : Fakultas Sastra UNDIP.
Nurgiyantoro, Burhan. 2002. Teori
Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Sudjiman, Panuti. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta :
Pustaka Jaya.
Suharianto, S. 1982. Dasar-Dasar Teori Sastra. Surakarta :
Widya Duta.
Tarigan, Henry Guntur. 1971. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung :
Agkasa.
Yudiono, K.S. 1986. Telaah Kritik
Sastra Indonesia. Bandung : Angkasa.
DAFTAR PUSAKA
Anwar,
Desy. 2003. Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia. Surabaya : AMELIA
Aminuddin, 2008. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung :
Sinar Baru Algensindo offset
Bandung
Baribin, Raminah. 1985. Teori dan
Apresiasi Prosa Fiksi. Semarang : IKIP Semarang Press.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta
: MedPress.
Faruk, 1995. Perlawanan Tak Kunjung Usai. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hapsari, Reni. 2005. Bintang Tertusuk Cinta. Yogyakarta :
Galang Press.
Harjito, 2007. Melek Sastra. Semarang : IKIP PGRI Press.
Noor, Redyanto. 2005. Pengantar
Pengkajian Sastra. Semarang : Fakultas Sastra UNDIP.
Nurgiyantoro, Burhan. 2002. Teori
Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Sudjiman, Panuti. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta :
Pustaka Jaya.
Suharianto, S. 1982. Dasar-Dasar Teori Sastra. Surakarta :
Widya Duta.
Tarigan, Henry Guntur. 1971. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung :
Agkasa.
Yudiono, K.S. 1986. Telaah Kritik
Sastra Indonesia. Bandung : Angkasa.
SINOPSIS
NOVEL BINTANG TERTUSUK CINTA
Novel Bintang Tertusuk Cinta karya Reni Hapsari adalah novel romantis
yang menceritakan tentang perjalanan asmara antara Bintang dengan Daniel.
Bintang adalah sesosok wanita cantik, banyak laki-laki yang mengagumi akan
kecantikannya. Bintang bertemu dengan Daniel empat tahun lalu. Mereka adalah
seorang sahabat , semua berawal dari persahabatan. Bintang menatap Daniel,
sepasang matanya seakan tersenyum dan saat itulah Daniel menyadari bahwa selama
ini dia mencintai Bintang. Dengan sikap kesungguhan memahami dan mencintai
diri sendiri, Bintang akan mengalami kedamaian hidup, apa pun yang terjadi pada
dirinya. Dan suasana yang dia perlukan untuk menemukan kebahagian dan kedamaian
sejati adalah dengan menggalinya jauh dilubuk dirinya sendiri. Setiap orang memiliki sejarah pribadi dalam
menapaki hidup, orang mengalami berbagai hal baik buruk, hitam putih, suka
duka. Saat itulah Daniel mengungkapkan perasaannya kepada Bintang, Bintang
tidak sadar bahwa ungkapan itu bagi Daniel belum sejujurnya, belum cukup.
Daniel merasa dia harus membuat pilihan, bisa menjadi teman atau tidak sama
sekali. Bintang mungkin mencintai Daniel tapi tidak dengan cara itu. Daniel
menepiskan semua angan yang selama ini ia bangun jika suatu saat cinta itu akan
bersambut. Tapi dia juga harus siap jika cinta itu tidak terbalas. Dari awal Daniel memang sudah siap jika
cintanya tidak disambut oleh Bintang. Tapi dia tidak yakin apakah dirinya telah
siap kehilangan seorang Bintang yang sangat ia sayangi itu. Daniel tidak
mungkin terus menerus memendam perasaannya itu. Kita bisa dibuat sakit hati
oleh seorang teman, tapi orang yang kita cintai bisa menjadi sumber sakit hati
yang lebih dahsyat. Kita jadi tergantung pada orang itu dan akan terpengaruh
oleh perasaannya terhadap kita. Setiap orang punya rasa sayang pada seseorang,
dan Daniel merasa orang terbaik saat ini untuk menerima cintanya adalah
Bintang.
Daniel bukanlah laki-laki pertama yang pernah singgah di hati Bintang, tapi
hanya bersama Daniel, Bintang bisa berbagi cinta, waktu, tenaga dan perhatian.
Tapi bersama Daniel pula, Bintang mengalami keterpelesetan. Satu hal yang dia
jaga dalam hidupnya, kehormatan sebagai perempuan dia berikan kepadanya. Bintang
khilaf, dia terpeleset. Tapi perempuan yang teguh pada prinsip itu tidak mau
dikatakan apa yang dilakukannya itu sebagai kekoyolan. Bagi dia, Cinta bisa
mewujud ketika sebuah hubungan menuntun mengenali dirinya sendiri, menuntun
ketempat yang takkan pernah dengan rela dia kunjungi. Demi cinta pula dia
kadang rela melakukan apa saja. Atas nama cinta itu pula dia berikan
keperawanannya pada Daniel. Bintang tidak pernah
menyesal dengan keputusannya itu, karena yakin akan ketulusan Daniel, yakin
akan cinta dan kebesaran hatinya. Dia percaya, Daniel adalah laki-laki setia
yang selalu bisa menjaga hatinya. Tapi semua bayangan indah menguap setelah
hubungannya dengan Daniel melewati usia setahun, Bintang menemui hal-hal aneh
pada diri Daniel. Bukan karena ada orang lain yang menggangu rajutan cinta yang
mereka bangun, tapi Daniel yang dulu selalu tampil manis dan lembut, tiba-tiba
berubah arah menjadi laki-laki sensitif dan mudah marah. Perseteruan yang
memuncak sering berakhir dengan kekerasan fisik.
Dalam situasi keterhinaan itu,
sebenarnya Bintang ingin melawan tapi dia terlalu lemah menghadapi kekaran
tubuh Daniel, Bintang hanya bisa menangis. Bintang bukanlah perempuan kasar,
dia lebih suka dimanja dan dipuja. Kebersamaannya dengan Daniel memang telah
mengubah jiwanya. Dia bisa berbagi tentang banyak hal dengan Daniel, bahkan
mengenai hal-hal yang tidak pernah dia ceritakan pada keluarganya dan
sahabat-sahabatnya. Bintang
dari bumi lalu dengan lembut membawanya mengarungi awan luas tanpa batas.
Melalui Daniel pula, Bintang belajar memandang dunia dengan sudut pandang baru.
Dan bersama Daniel Bintang tumbuh dewasa, membuat dirinya menyelam lebih dalam
tentang arti cinta sejati. Sayang, sesuatu yang indah itu kini berakhir. Juga
cintanya pada Daniel. Setelah hubungannya dengan Daniel berakhir,
Bintang memilih untuk menutup hatinnya rapat-rapat karena Bintang trauma dengan
kejadian yang menimpanya dua tahun yang lalu, kejadian yang tidak perlu untuk
dikenang. Bertahun-tahun Bintang mengobati luka hatinya. Tetapi diam-diam ada
seorang laki-laki yang menaruh perasaan suka terhadap Bintang, laki-laki itu
adalah Bramasetya sahabat kakak Bintang, Abhin. Bintang dan Bramastya sudah
cukup lama saling mengenalnya sejak kakaknya mengenalkannya pada keluarganya.
Abhin dan Bramasetya bersahabatan sejak duduk dibangku SMA, Bramasetya adalah
seorang laki-laki yang tampan dan baik hati dan tidak jauh berbeda dengan mantan
kekasihnya. Bintang mulai tegak atas nama cinta, Sayang pada saat keduanya
berikrar yang menjadi saksi Malaikat kematian dan akhirnya Bintang dan
Bramasetya dipersatukan oleh Tuhan, bukan dalam cinta tetapi dalam kematian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar